Twitter menjadi tempat kemunculan aneka fenomena kebahasaan yang menarik untuk diselisik. Dua rekan saya di Narabahasa, Yudhistira dan Shafira Deiktya Emte, pernah mengulas beberapa fenomena itu. Yudhistira membahas afiksasi kata gaul jujurly dan sehonestnya dalam “Pembentukan Kata: ‘Jujurly’ dan ‘Sehonestnya'” serta pemaknaan kata gotong royong dari program Vaksinasi Gotong Royong dalam “Makna Asosiatif: Biaya dalam Gotong Royong”. Sementara itu, Shafira membincangkan pemendekan kata dalam “Petrus Jakendor”.

Saya pun punya bahan yang berasal dari kejadian di Twitter. Meskipun sudah berlalu cukup lama, serangkaian kata ini masih menarik untuk dipercakapkan.

Saya mulai dari konteksnya, ya. Pada akhir 2019, Kunto Aji, penyanyi yang pernah menjadi peserta Indonesian Idol 2008, mengadakan konser bertajuk Mantra Mantra Live++ sebagai perayaan ulang tahun album keduanya, Mantra Mantra (2018). Pada akhir konser itu, layar besar yang berada di belakang Kunto Aji dan para pemusik lain menampilkan sebuah tulisan berhuruf besar: TERIMA KASIH SUDAH BERJUANG SAMPAI SEKARANG. Tulisan tersebut ditujukan bagi orang-orang yang kerap berlewah pikir tentang pencapaian diri dalam hidup. Ucapan manis itu dimaksudkan agar mereka tidak berkecil hati atau berendah diri dengan keadaan yang terjadi.

Sekitar setahun kemudian tulisan itu menjadi meme di jagat Twitter serta menyebar ke media sosial lain. Saya tidak tahu siapa yang memulainya. Ada yang menempatkannya pada foto piala lomba sekecamatan, kasir Indomaret, hingga layar monitor di sebelah Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Karena muncul berkali-kali di lini masa, saya menangkap sesuatu yang sedikit “ganjil”, bukan pada memenya, melainkan tulisannya.

Ungkapan terima kasih biasa kita ucapkan kepada orang lain yang berbuat baik untuk kita. Ketika orang lain menawarkan atau memberi makanan, kita mengucapkan terima kasih. Begitu pula ketika orang lain bersedia mengantarkan kita ke suatu tempat. Terima kasih juga kita panjatkan kepada Tuhan atas pemberian-Nya. Akan tetapi, pada konser tadi, untuk apa Kunto Aji mengucapkan terima kasih?

Pada kenyataannya, orang-orang yang berlewah pikir itu berjuang bagi dirinya sendiri. Mereka mampu bertahan sekeras mungkin, menghadapi peliknya dunia, setelah melewati berbagai peristiwa yang mengguncang hati dan pikiran. Pantas jika mereka mengucapkan terima kasih bagi diri mereka sendiri atas perjuangan tersebut. Namun, rasanya unik ketika yang mengucapkannya adalah Kunto Aji, padahal ia bukan orang yang menjadi tujuan perjuangan itu. Lebih menarik lagi bahwa kata yang dipilih Kunto Aji adalah terima kasih.

Jika tergabung dalam timnya, ketika perencanaan konser, saya akan mengusulkan diksi lain yang mungkin lebih sesuai, yaitu selamat. Kata selamat kita ucapkan sebagai penghargaan atas pencapaian seseorang. Ketika orang lain memenangkan suatu perlombaan, misalnya, kita mengatakan, “Selamat, ya, sudah berhasil menjadi juara!” Dalam acara kelulusan seorang teman, kita juga biasa menyampaikan, “Selamat sudah menyelesaikan pendidikanmu di sini!”

Dengan demikian, perbedaan antara terima kasih dan selamat tampaknya cukup jelas. Terima kasih kita ucapkan untuk orang yang melakukan kebaikan kepada kita, sedangkan selamat kita ucapkan untuk orang yang berhasil bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, yang disampaikan Kunto Aji itu seharusnya Selamat sudah berjuang sampai sekarang karena orang-orang sudah berhasil bertahan dalam suatu “perlombaan” bernama kehidupan.

Meskipun begitu, Kunto Aji mungkin memang pernah dibantu sehingga ia perlu mengucapkan terima kasih. Toh, kita pun diajari oleh lingkungan untuk menyampaikan tiga kata ajaib: maaf, tolong, dan terima kasih. Lantas, mengapa selamat tidak termasuk kata ajaib? Apa pun alasannya, terima kasih sudah membaca tulisan ini hingga akhir dan selamat atas kebermanfaatan waktu yang Kerabat Nara dapatkan.

 

Penulis : Harrits Rizqi

Penyunting : Dessy Irawan