Safari Bahasa 2025: Meme sebagai Humor atau Bahasa Politik

Dalam rangka memperingati Bulan Bahasa dan Sastra serta Hari Sumpah Pemuda, Narabahasa menyelenggarakan acara bertajuk Safari Bahasa dengan tema “Bulan Bahasa dan Fenomena Media Sosial” pada Minggu, 26 Oktober 2025, di Omah Martimbang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Acara ini menghadirkan diskusi panel bertajuk “Meme: Humor atau Bahasa Politik?” dengan tiga narasumber, yakni Ndoro Kakung sebagai praktisi media sosial, Miftahulkhairah Anwar S.S., M.Hum., M.Phil. sebagai pakar linguistik, dan Devan Yulio sebagai pengembang program :Dagelan sekaligus kreator konten. Diskusi dipandu oleh Innezdhe Ayang, seorang penulis dan editor di Penerbit Buku Kompas.

Selain diskusi panel, acara juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi dari Lentera Kata dan penampilan musik dari Brikustik. Narabahasa juga menghadirkan Pojok Meme, sebuah pameran yang menampilkan 15 karya meme terbaik hasil sayembara daring yang digelar pada 10–20 Oktober 2025.

Dalam diskusi panel, Ndoro Kakung menyoroti peran media sosial yang kini menjadi alat komunikasi utama masyarakat. “Sekarang ini, hidup seolah-olah diarahkan oleh algoritma yang membuat satu kebenaran tunggal. Padahal, masih banyak kebenaran lain di luar media sosial,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya refleksi terhadap fungsi meme dalam ruang publik yang tanpa disadari dapat memengaruhi opini dan emosi pengguna.

Sementara itu, Miftahulkhairah menjelaskan bahwa meme merupakan bentuk komunikasi yang menggabungkan aspek visual dan verbal. “Gambar dan teks dalam meme tidak bisa dipisahkan. Keduanya membentuk satu kesatuan makna. Namun, tidak semua gambar dengan tulisan bisa disebut meme karena meme berangkat dari fenomena atau peristiwa dengan konteks tertentu, tidak hanya konteks politik,” tuturnya.

Devan Yulio menambahkan perspektif dari sisi kreator konten. Ia menyebutkan bahwa meme kini telah menjadi bahasa kekuasaan. “Satu gambar lucu bisa menggoyangkan opini lebih kuat daripada satu pidato panjang. Meme bukan lagi lelucon, melainkan bahasa baru kekuasaan,” katanya.

Diskusi berlangsung interaktif dengan banyaknya pertanyaan dari peserta yang antusias menanggapi topik yang dibahas. Para panelis memberikan jawaban dan pandangannya berdasarkan bidang keahlian masing-masing.

Acara Safari Bahasa ini memberikan pemahaman tentang fungsi meme dalam ruang publik. Meme dapat menjadi sarana kritik sosial dan politik yang efektif, tetapi harus diingat bahwa jika kualitas kritik hanya berhenti pada level meme, diskusi publik berisiko kehilangan kedalaman dan substansinya.

Penulis: Yuhaenida Meilani

Penyunting: Rifka Az-zahra