Agus Mulyadi–seorang narablog, penulis, dan penggawa Akal Buku–mengawali kariernya sebagai penulis dari sebuah warung internet (warnet). Kisah itu diceritakannya dalam Kinara (Kicauan Narabahasa) pada Minggu, 20 Maret 2022.

Pada 2009, Agus merupakan seorang penjaga warnet. “Pekerjaan itu sangat membosankan,” kata Agus. Lantas, untuk membunuh waktu, ia meramban internet seraya membaca tulisan di KASKUS yang saat itu tengah naik daun. Lantaran terhanyut dengan tulisan yang ia baca, Agus kemudian merasa terpantik untuk mulai menulis.

“Untuk mengisi waktu yang sangat membosankan itu, enggak ada kegiatan lain, selain browsing membaca tulisan. Karena sering baca banyak tulisan, saya kemudian terpantik untuk menjadi penulis, minimal penulis KASKUS. Dari situ, saya kemudian mulai sering menulis,” ungkapnya sedikit tertawa.

Sejak saat itu, Agus mulai rutin menulis. Ia kemudian membuat blog sendiri dan mulai menulis pengetahuan umum. “Ini semacam tebar jala,” kata Agus. “Ada banyak hal yang ditulis. Sok-sokan menulis pengetahuan umum yang sebenarnya itu bisa dicari di Google. Sok-sokan menulis tentang kebudayaan.”

Agus lalu beralih genre pada gaya tulisan kisah pribadi atau personal literature. Ia mulai nyaman untuk menulis kisah pribadinya dengan menyoroti hal-hal berunsur komedi. Agus merasa lebih nyaman menulis kisah pribadi karena tidak ada yang lebih menguasai tema itu, selain dirinya sendiri. Hal itu juga yang membawa Agus dikenal sebagai penulis humor.

Tapi, pada akhirnya saya merasa lebih menguasai menulis diri saya sendiri karena tidak ada yang menguasai tema itu, selain saya,” kata Agus.

Terkait gaya penulisan kisah pribadi tersebut, Agus mengaku mendapat ilham ketika membaca buku Kambing Jantan karya Raditya Dika. Menurutnya, buku Radit itu membawa optimisme bahwa kisah pribadi juga layak mendapat tempat di hati pembaca. 

“Ketika ada Raditya Dika, ada semacam optimisme bahwa ternyata kisah pribadi itu laku untuk dijual. Itu memberikan inspirasi yang sangat besar bagi saya dan mungkin bagi ribuan penulis muda lainnya saat itu,” tuturnya. 

Menurut Agus, menjadi penulis kisah pribadi tidak terlalu rumit, terlebih untuk mencari ide. “Perkara mencari ide itu bukan perkara yang rumit karena [genre tulisan saya] personal literature. Apa yang saya temui, apa yang saya rasakan, itu yang saya tulis,” ujarnya. 

Tantangannya adalah ketika ide tersebut muncul secara tiba-tiba. Agus mengaku, dirinya selalu rajin mencatat setiap ide yang muncul pada gawainya. Selain karena pelupa, ia juga bertujuan agar ide tersebut terkumpul dengan baik dan bisa direalisasikan pada waktu kemudian.

Setelah itu, Agus biasanya menyeleksi ide mana yang bisa dieksekusi menjadi tulisan dan mana yang tidak. Hanya ide yang menarik dan bisa ditulis dengan lucu yang akan dieksekusinya. “Saya sudah kadung punya label penulis dengan tulisan yang lucu. Hal itu mau enggak mau harus saya ikuti,” kata Agus.

Hambatan lain yang juga ditemukan Agus ialah kebuntuan saat menulis. Untuk mengatasi itu, Agus biasanya membedakan tulisan mana yang harus dipaksa untuk diselesaikan dan mana yang tidak. Ketika bekerja sebagai editor di Mojok.co, ia diwajibkan untuk rajin menulis setiap hari. Namun, hal itu tidak berlaku untuk tulisan personalnya.

“Kalau tulisan itu sudah jadi target, saya akan paksa sampai tulisan itu selesai. Tapi, kalau untuk blog pribadi atau tulisan personal, kalau memang nge-blank dan tidak ada bahan lain, saya tinggalkan sambil menonton film atau apa. Baru nanti kalau ada ide lagi, saya tulis lagi,” tuturnya.

Saat ini, Agus tengah menulis novel. Ia mengaku, dirinya sangat ingin menulis fiksi sejak lama. Ia bahkan merasa kurang lengkap jika seorang penulis belum menulis fiksi. Namun, Agus tidak menyebutkan kapan novel tersebut akan rilis.

Sebelum mengakhiri Kinara sore itu, Agus menyampaikan pesan kepada penulis pemula. Ia mengatakan, kesalahan yang awam dilakukan penulis ialah keragu-raguan untuk mulai menulis. Padahal, menurutnya, menulis bisa dimulai dari hal-hal pribadi, tidak harus dari topik berat yang penuh intelektualitas.

“Orang itu selalu bingung apa yang harus mereka tulis karena mereka selalu merasa bahwa penulis itu harus intelek. Padahal, hal seperti itu tidak harus. Menulis tentang keluarga, hewan peliharaan, atau menulis tentang kawan sendiri pun di zaman sekarang juga laku,” pungkasnya.

Penulis : Fath Putra Mulya
Penyunting : Harrits Rizqi