Sepertinya, proses terbentuknya sebuah kata dalam bahasa Indonesia sering kali memancing rasa penasaran Kerabat Nara. Pertanyaan yang muncul barangkali akan berputar pada kaidah peluluhan, pelesapan, pemunculan, dan pengekalan fonem; perbedaan antara sufiks -kan dan -i; serta pembentukan kata majemuk. Saya akan merekomendasikan salah satu buku yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Adalah buku Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (selanjutnya akan disingkat menjadi PKBI) yang menjadi rujukan utama saya ketika mengulik morfologi bahasa Indonesia. Buku itu ditulis oleh Harimurti Kridalaksana dan terbit pertama kali pada 1989. Yang saya miliki sekarang merupakan cetakan keenam, keluaran Gramedia Pustaka Utama pada 2010.

PKBI memuat sepuluh bab. Buku tersebut dibuka dengan sebuah pendahuluan. Di situ, Harimurti menulis tentang perjalanan bahasa Indonesia sejak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Beliau juga menceritakan ragam dialek dan standar dalam bahasa Indonesia. Lalu, pada bab dua, Harimurti menjelaskan pengetahuan dasar morfologi, seperti teori tentang leksem, peranan cabang morfologi dalam bahasa, dan proses-proses morfologis. Bab-bab berikutnya lantas membicarakan pembentukan kata secara detail.

Bab tiga berjudul “Afiksasi”. Pembaca diajak memahami jenis-jenis afiks dalam bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, Harimurti juga memberikan contoh-contoh afiks yang membentuk kata berkategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, numeralia, dan interogativa. Beliau pun memberikan sedikit catatan mengenai perbedaan antara sufiks -kan dan -i.

Pada bab berikutnya, “Reduplikasi”, kita akan mempelajari pembentukan kata ulang, mulai dari reduplikasi fonologis, morfemis, dan sintaksis. Lebih dari itu, reduplikasi juga dijelaskan dengan contoh kata yang familier. Dengan demikian, pembaca bisa menyerap ilmu pembentukan kata ulang dengan bentuk-bentuk kata yang sering ditemui sehari-hari.

Apa bedanya frasa (gabungan kata) dan kompositum (kata majemuk)? Pertanyaan itu dijawab dalam bab empat yang berjudul “Komposisi”. Harimurti menjelaskan lima golongan kompositum sebagai berikut.

  1. Subordinatif substantif, contohnya buah hati, alih bahasa, dan nasi bungkus
  2. Subordinatif atributif, contohnya rendah hati, hidung belang, dan kedap air
  3. Koordinatif, contohnya arif bijaksana, akal budi, dan ambil alih
  4. Berproleksem, contohnya neokolonialisme, nirgelar, dan multinasional
  5. Sintetis, contohnya purbakala, Indo-Eropa, dan ekstrakurikuler

Selanjutnya, ketika berbicara mengenai pembentukan kata, ada baiknya kita tidak melupakan pemendekan. Pemakai bahasa Indonesia, menurut saya, gemar sekali memendekkan kata. Kita tentu sudah sering mendengar bentuk ABRI, dll., dan takkan. Persoalan itulah yang dibahas pada bab enam, “Abreviasi”.

Lalu, bab tujuh dapat dikatakan berbicara soal pembentukan kata dari hasil pemadanan kosakata asing. Harimurti menjelaskan apa itu metanalisis melalui contoh kata sepakat. Menurut beliau, bentuk itu tidak terlepas dari penyerapan kata mufakat dari bahasa Arab. Fakat diambil dan disesuaikan menjadi pakat, kemudian diberi awalan se-. Sementara itu, pada bab delapan, kita dapat mengetahui persoalan derivasi balik yang terjadi pada kata mengetik. Bentuk dasar kata tersebut adalah tik, bukan ketik.

Kemudian, pada bab sembilan, Harimurti mengupas kaidah-kaidah morfofonemik. Di situlah, pembaca akan mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai pemunculan fonem (contohnya kemunculan fonem /n/ dalam se- + diri), pelesapan fonem (contohnya pelesapan fonem /k/ dalam anak + -nda yang menjadi ananda), dan peluluhan fonem (contohnya peluluhan fonem /p/ dalam me- + pukul).

Bab sepuluh pada PKBI merupakan penutup. Di situ, Harimurti menyimpulkan seluruh temuan dalam bab-bab sebelumnya. Menurut beliau, ciri-ciri bahasa Indonesia dapat dilihat melalui pembentukan katanya. Selain itu, dari buku tersebut kita juga bisa melihat produktivitas bahasa kita dalam menciptakan kata baru, baik melalui proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, maupun abreviasi.

#resensibuku #pembentukankata

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin