Beberapa hari terakhir, masyarakat Indonesia dikagetkan oleh permohonan maaf salah satu pejabat publik yang (akhirnya) mengakui bahwa penerapan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) masih belum optimal. Itu adalah permohonan maaf pertama dari pejabat publik sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia pada awal 2020. Media berlomba membuat berita mengenai hal tersebut. Ketika berita sampai ke ruang publik, bola pun dioper. Warganet bergilir mengomentarinya.

Sejak awal pandemi, media dan warganet memang kerap menyoroti kata maaf yang tak kunjung keluar dari bibir para pejabat publik Indonesia. Mereka pun membandingkannya dengan pejabat publik dari negara lain, seperti Taiwan, Inggris, dan Jepang, yang meminta maaf kepada masyarakatnya akibat penanganan pandemi yang tidak terkendali. Melalui tirto.id, Sulfikar Amir, sosiolog bencana asal Indonesia, mengatakan bahwa dengan tingkat keparahan pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini di Indonesia, pemerintah sudah sepatutnya meminta maaf kepada rakyat. 

Kata maaf menjadi sangat penting karena dianggap memiliki makna yang mendalam bagi publik pada situasi pandemi yang kian memburuk. Dalam kajian mengenai makna, kata maaf telah memiliki makna afektif tersendiri bagi masyarakat. Makna afektif adalah makna yang dapat mencerminkan perasaan pribadi penutur, termasuk sikapnya terhadap pendengar atau sikapnya mengenai sesuatu yang dikatakannya (Leech, 2003: 27). Secara eksplisit, makna afektif diwujudkan dengan kandungan konseptual atau konotatif dari kata-kata yang dipergunakan. Makna afektif juga dapat diketahui dari reaksi individu terhadap sesuatu yang didengar ataupun dibacanya. Makna afektif ini juga berkaitan erat dengan penggunaan intonasi dan warna suara yang dituturkan.

Dalam konteks kali ini, kata maaf yang dituturkan oleh pejabat publik kita bisa saja bermakna afektif netral bagi masyarakat yang merasa bahwa, diucapkan atau tidak, kata maaf tidak akan berpengaruh terhadap situasi pandemi Covid-19 di Indonesia. Akan tetapi, kata maaf tersebut bisa jadi bermakna afektif positif bagi masyarakat yang merasa bahwa maaf memiliki makna yang lebih mendalam sebagai wujud empati pejabat kepada masyarakatnya, terutama bagi mereka yang telah menunggu pengungkapan maaf tersebut sedari awal pandemi. Sementara itu, kata tersebut juga dapat bermakna afektif negatif bagi mereka yang merasa kata maaf sudah terlampau terlambat untuk diungkapkan atau bagi masyarakat yang merasa penanganan Covid-19 di Indonesia baik-baik saja—dan mereka merasa pejabat publik tidak seharusnya meminta maaf akan hal tersebut. 

Contohnya saja, ketika kata maaf tersebut akhirnya diucapkan untuk pertama kalinya, reaksi yang diberikan oleh masyarakat sangat beragam. Sebagian masyarakat mengapresiasi ucapan permohonan maaf yang dianggap sebagai bentuk empati dan kesadaran pemerintah akan kondisi pandemi yang kian memburuk. Di lain sisi, tidak sedikit masyarakat yang menanggapi permohonan maaf tersebut dengan nada sinis lantaran baru diungkapkan saat kondisi pandemi di Indonesia makin tidak terkendali.

Kata maaf—dan empati yang terkandung di dalamnyamenjadi perkara penting kala kita tidak lagi punya harapan banyak terhadap hal-hal yang terjadi. Maaf seolah menjadi penanda bahwa di antara hal-hal yang tak lagi bisa dikendalikan, setidaknya hati nurani kita sebagai manusia tetap ada dan kita gunakan semestinya. Mengakui kesalahan dan kegagalan memang tidak mudah, tetapi mencoba mengungkapkannya dengan kata maaf setidaknya dapat menjadi langkah awal dari perbaikan relasi antara pemerintah dan masyarakat pada masa sulit ini.

Terakhir, terlepas dari mendebatkan perkara pejabat publik kita yang (akhirnya) meminta maaf, marilah kita juga belajar memaafkan diri sendiri terhadap berbagai hal yang kita alami selama pandemi ini. Walaupun kapal sudah terasa setengah karam, mari kita tetap bertahan dan berjuang menghadapi badai yang tak kunjung usai ini. Maaf mungkin hanya sekadar kata, tetapi maknanya dapat sampai ke dalam jiwa.

Semoga Kerabat Nara senantiasa bertahan serta dapat selalu memaafkan diri sendiri—dan orang lain. Kita pasti bisa melewati semua ini bersama-sama. Peluk hangat melalui doa dari saya untuk kita semua.