Sihir Kata-Kata
Tabik,
Dalam berbagai kesempatan, saya suka berkata bahwa kata-kata adalah cinta pertama saya. Mereka menemani saya sejak kanak-kanak, dalam susah maupun senang.
Kata-kata membawa saya ke berbagai tempat: pentas-pentas puisi di masa kecil, beragam perlombaan, kampus, ruang redaksi, hingga yang paling baru, Narabahasa. Akan tetapi, dari semua tempat yang pernah kata-kata tunjukkan kepada saya, saya paling suka ketika ia membawa saya berkunjung ke dunia lain, ke tubuh lain, dan ke dalam diri saya sendiri sekaligus.
Bukan. Bukan lewat sihir, melainkan lewat membaca. Lewat bacaan, saya bisa mencicipi rasanya menjadi orang lain dan berkunjung ke tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi. Mengutip George R.R. Martin, “A reader lives a thousand lives before he dies, The man who never reads lives only one.”
Bacaan, baik artikel, buku, maupun twit yang lewat di beranda Twitter juga menjadi sarana saya untuk lebih mengenal diri sendiri. Pernahkah Kerabat Nara merasa kesal hanya karena membaca suatu utas di Twitter? Saya sering. Pada saat-saat seperti itu, saya selalu mencoba menganalisis perasaan yang muncul.
Kenapa kesal?
Apa yang salah dengan utas tersebut?
Baiknya, seperti apa?
Dengan merenungi setiap bacaan, saya menjadi tahu nilai-nilai apa saja yang saya pegang dan alasan saya memegang nilai-nilai tersebut. Dari bacaan juga, saya mendapat berbagai nilai dan perspektif baru. Sayangnya, akhir-akhir ini intensitas membaca saya menurun karena banyaknya kewajiban dan distraksi. Padahal, saat masih duduk di bangku SMP, saya rela begadang demi menyelesaikan novel. Ah, masa-masa yang indah.
Memanusiakan Literasi
Bicara soal membaca, rasanya tak lengkap tanpa membicarakan minat baca dan akses literasi. Tumbuh besar di ibu kota dengan keluarga yang berkecukupan membuat saya bisa mengakses beragam bacaan dengan mudah. Seri ensiklopedia, buku cerita bergambar, komik, hingga novel sastra remaja sudah saya baca sebelum lulus SD.
Saya masih yakin bahwa minat baca masyarakat Indonesia, terutama anak-anak, masih cukup tinggi. Akan tetapi, satu hal yang menjadi masalah kita bersama adalah tidak meratanya akses kepada bacaan berkualitas. Di kota-kota kecil, jangankan toko buku, perpustakaan pun belum tentu ada. Padahal, untuk membangun kecintaan terhadap kata-kata dan kegiatan membaca, ketersediaan bacaan adalah kunci. Bagaimana bisa menumbuhkan rasa cinta tanpa interaksi?
Omong-omong soal akses literasi, beberapa pegiat literasi akan berbagi cerita tentang suka-duka membawa akses literasi ke berbagai tempat di Aksaraloka, acara Narabahasa yang akan diselenggarakan pada akhir pekan ini. Mengusung tema “Memanusiakan Literasi”, Aksaraloka memiliki misi membumikan literasi, membuat literasi terasa dekat dengan masyarakat.
Oh, ya. Kerabat Nara juga bisa turut serta memanusiakan literasi bersama kami dengan berdonasi untuk Banturead, sebuah komunitas baca di Bantur, Malang. Mereka membantu menyediakan akses dan kegiatan literasi untuk anak-anak di desa. Suatu hal yang teramat baik dan penting.
Kerabat Nara bisa mengikuti siaran langsung Aksaraloka pada tanggal 12 September 2020 pukul 14.00–17.00 WIB di kanal YouTube dan akun Instagram Narabahasa! Sampai jumpa di ruang virtual!
Artikel & Berita Terbaru
- Tabah ke-145 bersama Alfan, Harapan III Duta Bahasa Nasional 2023
- Pelatihan Griyaan untuk DJKI: Belajar Menulis Berita yang Efektif
- Hadapi Tantangan Menyusun Laporan Tahunan bersama Narabahasa
- Tabah ke-144 bersama Luthfi, Harapan II Duta Bahasa Nasional 2023
- Dua Pekan Lagi Bulan Bahasa dan Sastra
- Griyaan Penulisan Wara Narabahasa untuk Kemenkeu
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- KDP Hadir Kembali: Kerinduan yang Sedikit Terobati
- Kreasi Konten Media Sosial Finalis Dubasnas 2024
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian