Pagi ini saya dibangunkan oleh seruan milik nenek saya, “De, pasang bendera!” Sepertinya beliau terpengaruh oleh rumah-rumah di sebelah yang sudah lebih dulu memasang bendera. Saya maklum sebab menjelang peringatan hari ulang tahun negara kita, kibaran Sang Saka Merah Putih di sepanjang jalan atau di tiap-tiap rumah warga merupakan hal yang wajar. 

Saya menjadi teringat akan sebuah memori masa kecil. Ayah saya adalah pelopor keikutsertaan keluarga dalam tiap upacara peringatan HUT RI melalui layar. Iya, melalui layar televisi. Pagi-pagi saya dibangunkan, diingatkan bahwa negara kita sedang berulang tahun, lalu beliau meminta saya untuk bergegas mandi dan bersiap di depan televisi. Meski hanya menonton melalui televisi, saya versi kecil selalu merasa takzim, apalagi saat Pasukan Pengibar Bendera Pusaka beraksi. 

Singkat cerita, berkat ayah saya, sifat kenasionalan saya tumbuh. Ayah saya tidak pernah bertanya, “Masuk Sastra Indonesia mau jadi apa?” saat saya menempuh pendidikan S-1. Setidaknya itu merupakan privilese bagi saya. Seandainya dulu ayah saya tidak merestui, saya tidak akan menjadi warga negara yang peka terhadap kesalahan diksi Dirgahayu Ke-76 RI alih-alih Dirgahayu RI atau HUT RI Ke-76 alih-alih HUT Ke-76 RI. Kedua diksi tersebut tergolong salah kaprah karena merupakan kesalahan yang umum sekali sehingga orang kerap tidak merasakan sebagai kesalahan. 

Pertama, perihal kesalahan diksi Dirgahayu RI Ke-76. Kata dirgahayu berasal dari bahasa Sanskerta दिर्घायुस् dirghāyus yang berarti  ‘umur panjang’. Penulisan Dirgahayu RI Ke-76 tidak tepat karena tersirat makna panjang umur hanya sampai ke-76. Kita bukan Tuhan yang mampu menentukan umur sebuah negara, ‘kan? Penulisan yang tepat adalah Dirgahayu RI. 

Kedua, perihal kesalahan diksi HUT RI Ke-76. Prefiks pembentuk numeralia Ke-76 adalah bilangan tingkat yang menerangkan kata sebelumnya. Penulisan HUT RI Ke-76 tidak tepat karena bukan republik kita yang berjumlah tujuh puluh enam, melainkan umur republiknya. Jika penulisan HUT RI Ke-76 masih kita pertahankan, hati-hati muncul pertanyaan, “RI ke-75 yang mana? RI ke-74 yang mana?” Penulisan yang tepat adalah HUT Ke-76 RI.

Privilese yang saya dapatkan dari ayah saya membuat saya menjadi merdeka dari salah kaprah. Melalui nawala ini, saya berharap Kerabat Nara pun menjadi bebas dari belenggu kesalahan diksi ucapan peringatan kemerdekaan negeri kita. Sebagai upaya nyata membantu Kerabat Nara merdeka dari salah kaprah ihwal kebahasaan yang lain, Tim Nara menyiapkan kode voucer ANTISALAHKAPRAH. Silakan gunakan kode tersebut saat hendak melakukan transaksi pembelian kelas apa pun di sinara.narabahasa.id. Niscaya, Kerabat Nara akan mendapatkan potongan harga yang mengejutkan. 

Dirgahayu Indonesia, dirgahayu bahasa.