Melawan Hari-Hari
Di antara lahir dan mati, ada suatu tahap yang mau tak mau harus dijalani oleh manusia—dan makhluk hidup lain: menunggu. Begitulah kalimat yang muncul ketika saya selesai membaca Menunggu Godot karya Samuel Beckett beberapa tahun lalu. Kita mesti menunggu sampai akhir cerita perjalanan kita tiba. Kita dapat mengisi waktu menunggu itu dengan apa pun, seperti bercakap-cakap sebagaimana yang dilakukan oleh Vladimir dan Estragon dalam naskah drama tersebut. Kita harus menunggu meski, seperti kata Superman dalam film animasi Justice League: The Flashpoint Paradox, menunggu adalah bagian terburuk.
Saya makin dapat memaknai arti menunggu ketika Minggu lalu, 25-7-2021, saya berkunjung ke rumah makan milik teman saya di Gamping, Sleman. Awalnya, saya hanya hendak membeli makanan, mengobrol sebentar, kemudian pulang. Namun, alangkah herannya saya sewaktu melihat tempat itu tutup, tidak seperti pada Minggu biasanya. Lekas saya mengirim pesan kepada teman saya melalui WhatsApp. Saya bertanya, “Wah, lagi tutup, ya?” Ia segera membalas, “Iya, tetapi masuk saja lewat samping.” Pasti ada sesuatu, pikir saya.
Di samping meja kasir itu teman saya duduk dengan tatapan kosong. “Tumben tutup?” tanya saya sekaligus memecah keheningan. Ia pun bercerita bahwa rumah makannya sangat sepi pengunjung pada beberapa hari belakang. Jika tetap dibuka, banyak bahan masakan akan terbuang percuma dan listrik tambahan hanya jadi beban. Akhirnya, yang bisa ia lakukan ialah menunggu sambil mencari jalan lain tentunya. Saya menyimak itu semua sambil membayangkan berada pada posisinya.
Selain darinya, saya juga mendapat cerita tentang kebingungan dan kekhawatiran serupa dari salah satu teman sepondokan. Teman saya itu hendak menikah bulan depan. Rencana sudah ia tentukan jauh hari; kartu undangan sudah ia sebar. Namun, pada beberapa malam ini, ia menceritakan kegelisahannya kepada saya. Kondisi yang tak menentu seperti sekarang inilah yang membuatnya demikian. Katanya, “Sebaik-baiknya rencana, kita tidak dapat memastikan apa yang akan terjadi.” Sama seperti teman saya yang sebelumnya, ia hanya bisa menunggu. Lantas, sekali lagi, saya pun hanya bisa menyimak.
Menyimak memang suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan, terlebih pada saat ini. Ia adalah salah satu bentuk keterampilan bahasa, selain menulis, membaca, dan berbicara. Pada pandemi ini, keterampilan itu dilatih dengan cerita-cerita tentang kebimbangan, kehilangan, atau kenestapaan, seperti yang diutarakan oleh kedua teman saya tadi.
Menyimak lebih dari sekadar mendengar. Ketika menyimak, kita akan memahami bahwa cerita orang lain bukan sekadar cerita, melainkan kenyataan pelik dan unik dari sebuah sistem kompleks bernama kehidupan. Dan, kehidupan tak pernah makin mudah. Kita dituntut untuk selalu berpikir kreatif pada zaman yang “gila” ini agar kita dapat bertahan dalam ke-menunggu-an yang tak pasti, agar kita dapat melawan hari-hari.
Oleh karena itu, Narabahasa menawarkan beberapa kelas berlaras kreatif sebagai bekal menghadapi dunia modern ini. Ada lima topik yang dapat diselami, yakni penulisan konten media sosial, penulisan wara (copywriting), penyusunan mikrokopi UI/UX, penyusunan infografik, dan penceritaan.
Jika Kerabat Nara tertarik untuk bertualang lebih jauh, Narabahasa juga menyediakan kelas lain berlaras jurnalistik, bisnis, ilmiah, hukum, serta kelas fondasi kebahasaan, yakni gramatika. Semua itu tergabung dalam paket pertualangan bernama Kelas Daring Praktis (KDP) bertajuk “Jelajah Indonesia” yang akan diselenggarakan mulai Agustus hingga September 2021.
Apa yang membuat KDP ini makin spesial? Kerabat Nara berkesempatan memenangkan pelatihan menulis senilai Rp10 juta dan cendera mata khas Narabahasa. Bagaimana caranya? Cek media sosial Narabahasa atau kunjungi sinara.narabahasa.id.
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam