Beberapa hari lalu, saya mendapat pesan dari salah satu anggota Divisi SDMA Narabahasa. Ia meminta saya untuk menjadi pengisi materi pembimbingan pramubahasa—sebutan untuk pegawai Narabahasa. Di Narabahasa, sepekan sekali, kami mengadakan pembimbingan. Pada acara itu, salah satu pramubahasa diberi kesempatan untuk membagikan ilmu yang dimilikinya kepada seluruh anggota Narabahasa. Kegiatan tersebut cukup menarik. Terkadang, Pak Ivan Lanin—yang biasanya mengajar—ikut hadir menyimak penjelasan si penyaji materi.
Setelah cukup lama, tibalah waktu saya berperan sebagai penyaji. Sebelumnya, materi yang dibawakan oleh pramubahasa lain tampak berat dan serius, mulai dari ejaan, literasi keuangan, manajemen waktu, sampai kiat berbicara di depan umum. Sementara itu, saya memutuskan untuk membawakan materi yang tampak remeh, tetapi sebenarnya serius juga: penulisan komedi.
Selama beberapa tahun terakhir, saya suka mengikuti perkembangan komedi di Indonesia, terutama komedi tunggal (stand up comedy). Ketika menampilkan komedi tunggal, seorang komika (sebutan untuk pelawak komedi tunggal) tidak hanya berfokus terhadap insting humor, tetapi juga beberapa trik dan rumus penulisan komedi.
Untuk memperdalam pengetahuan seputar penulisan komedi dan sebelum menyusun materi pembimbingan, saya membaca buku Pecahkan karya Pandji Pragiwaksono dan Ulwan Fakhri. Dalam buku itu, terdapat penjelasan yang cukup lengkap mengenai penulisan komedi beserta rumus dan trik-triknya.
Salah satu trik penulisan komedi yang saya perhatikan adalah teknik satire. Menurut Gorys Keraf (2002: 144), satire adalah ungkapan untuk menertawakan sesuatu dengan gaya bahasa yang menyindir secara halus. Satire sering digunakan oleh komedian atau komika untuk memasukkan unsur kritik atau sindiran yang biasanya ditujukan kepada seseorang atau suatu institusi. Hal tersebut disebabkan oleh keresahan yang muncul dalam benak seorang pelawak. Keresahan itu umumnya lebih mudah digambarkan secara komedi.
Selain satire, terdapat cara lain untuk menggambarkan keresahan, yaitu dengan menggunakan majas hiperbola. Majas tersebut mengandung pernyataan yang dilebih-lebihkan. Biasanya, hiperbola dipilih untuk melebih-lebihkan sebuah premis dengan tujuan untuk memberikan penekanan serta meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Penulisannya cukup mudah: gabungkan set dengan tohokan. Contohnya seperti ini.
Saya punya teman, ia jarang sekali mandi. Saking baunya dia, // sabun mandi sampai takut.
Pada contoh di atas, set yang ingin dibahas adalah teman yang jarang mandi. Akibatnya, bau badannya menjadi kurang sedap. Setelah set itu disampaikan, barulah majas hiperbola ditempelkan sebagai tohokan. Tohokan sabun mandi sampai takut mengibaratkan bahwa saking baunya ia, sabun mandi yang biasanya mau menempel di badan pun enggan bersentuhan dengan tubuhnya.
Makin mendalami komedi, makin saya tahu bahwa ilmu komedi sama seriusnya seperti ilmu penulisan surat resmi atau ejaan. Mungkin beberapa waktu ke depan, kelas penulisan komedi akan hadir di Narabahasa sebagai kelas publik. Mungkin saja, ‘kan?
Nah, sambil menunggu kelas itu hadir, Kerabat Nara dapat mengikuti Kelas Ngabuburit Narabahasa (KNN) yang akan dimulai pada tanggal 16 April 2021. Kerabat Nara dapat mendaftar melalui situs web Narabahasa (sinara.narabahasa.id) atau aplikasi Sinara yang tersedia di Google Play Store. Melalui Sinara, selain mendaftar kelas, Kerabat Nara juga dapat mengakses rekaman kelas dan mengunduh sertifikat yang diperoleh setelah mengikuti kelas publik Narabahasa.
Jadi, kami tunggu di ruang virtual, ya, Kerabat Nara!