Kita mungkin telah mengenal ragam relasi makna, seperti sinonimi, antonimi, hiponimi, homonimi, dan meronimi. Akhir-akhir ini, saya menemukan satu lagi relasi makna yang menarik untuk dibahas, yakni kontranim. Apa itu kontranim?

Kontranim adalah satuan bahasa (kata atau frasa) yang memiliki dua makna bertentangan. Kata haram, misalnya, punya dua makna yang bertentangan. Makna pertamanya adalah ‘terlarang’ dan makna keduanya adalah ‘suci’. Contoh lainnya adalah frasa ringan tangan yang dapat bermakna ‘suka membantu’ dan ‘suka memukul’. Selain itu, usah pun tergolong ke dalam kontranim lantaran memiliki makna ‘perlu’ dan ‘jangan’.

Selain itu, pada beberapa kasus, verba yang dibubuhi akhiran -i juga bisa mencerminkan kontras makna. Contohnya adalah merumputi. Kata ini bisa bermakna ‘membuangi rumput’ dan ‘menanamkan rumput pada’. Menguliti pun memiliki dua makna yang bertentangan, yakni ‘membeset (membuang, mengambil) kulit’ dan ‘memberi kulit; memalut (menyampul) dengan kulit’.

Perlu diketahui pula, kontranim tidak hanya terjadi pada kata-kata di dalam bahasa Indonesia. Pada bahasa Inggris, kontranim disebut pula sebagai “kata Janus” (Janus word). Janus adalah dewa Romawi Kuno yang digambarkan dengan dua kepala yang menghadap ke arah berlawanan. Sebutan lain untuk kata Janus adalah contronyms, antagonyms, dan auto-anonyms

Contoh kontranim dalam bahasa Inggris adalah kata fast. Kata ini dapat berdiri sebagai ‘bergerak sangat cepat’ dan ‘tetap di tempat’.

Kontranim jelas berbeda dengan antonim yang terdiri atas dua kata atau frasa yang saling berlawanan. Selain itu, kontranim juga berbeda dengan polisemi, yakni sebuah kata yang memiliki dua makna, tetapi makna keduanya—kemungkinan besar—merupakan hasil dari pengembangan komponen makna. 

 

Rujukan:

  • Merriam Webster. “Janus Words”. Diakses pada 16 April 2021. 
  • Moeliono, Anton M., dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
  • Rahmati, Fatemeh. 2015. “Semantic shift, homonyms, synonyms, and auto-antonyms.” Dalam Jurnal Walia (Special Issue 3), hlm. 81–85.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin