Kridalaksana dalam Kamus Linguistik Edisi Keempat (2008) mendefinisikan morfofonemik sebagai morfofonologi, yaitu ‘analisis dan klasifikasi pelbagai ujud atau realisasi yang menggambarkan morfem’. Selain itu, morfofonologi juga mengartikan ‘struktur bahasa yang menggambarkan pola fonologis dari morfem; termasuk di dalamnya penambahan, pengurangan, penggantian fonem, atau perubahan tekanan yang menentukan bangun morfem’. Dapat dikatakan pula, morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem.

Peristiwa fonologis tersebut mencakup perubahan fonem yang tergolong ke dalam sepuluh proses. Namun, menurut Kridalaksana, peristiwa fonologis atau proses morfofonemik yang sering terjadi di dalam bahasa Indonesia adalah pemunculan fonem.

Pada kata ketinggian, misalnya, kita secara tidak sadar memunculkan bunyi luncuran /y/. Pelafalan kata ini dapat dilambangkan dengan /ketiŋgiyan/. Contoh luncuran lain yang bisa kita temukan adalah bunyi /w/ pada kata kepulauan. Kata tersebut dapat dilafalkan dengan lambang /kəpulauwan/.

Sementara itu, bertemunya morfem diri dengan se– juga memunculkan konsonan /n/ sehingga membentuk sendiri. Ada pula kemunculan konsonan /m/ ketika se- bergabung dengan barang yang kemudian menghasilkan sembarang. Selain itu, fonem /m/ juga hadir ketika afiks me-, pe-, dan pe-an berhadapan dengan morfem dasar yang memiliki awalan /b/, /f/, dan /p/. Contohnya adalah membeli, pembeli, dan pembelian; memfasilitasi, pemfitnah, dan pemfosilan; serta memengaruhi, pemacu, dan pemadaman. Kemudian, bunyi /ŋ/ muncul saat morfem dasar yang terdiri dari satu suku kata bergabung dengan afiks me-, pe-, dan pean. Contohnya adalah mengecat, pengecat, dan pengecatan.

Menurut saya, dalam bahasa Indonesia, pemunculan fonem sama produktifnya dengan peluluhan fonem yang menekankan kaidah KTSP. Pada contoh di atas, kita bisa melihat kata memengaruhi. Kata dasarnya adalah pengaruh. Namun, ketika prefiks me- bertemu awalan /k/, /t/, /s/, dan /p/, terjadilah peluluhan fonem. Maka, mempengaruhi berubah menjadi memengaruhi. Contoh lainnya adalah mengkoordinasi, mentolak, dan mensakiti yang berubah menjadi mengoordinasi, menolak, dan menyakiti.

Akan tetapi, kita tidak akan menemukan kata mengreasi dalam KBBI V. Padahal, kata dasarnya adalah kreasi. Bukankah seharusnya awalan /k/ dalam kata tersebut mengalami peluluhan? Perlu diingat, peluluhan fonem tidak berlaku apabila bentuk dasar memiliki gugus konsonan, seperti /kr/ dalam kreasi, kristal, atau kremasi. Hal yang sama juga terjadi pada awalan /t/, /s/, dan /p/. Bentuk yang baku adalah mentransfer, bukan menransfer; menstabilkan, bukan menytabilkan; dan mempraktikkan, bukan memraktikkan

 

Rujukan:

  • Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • ___________________. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin