Salah satu dosa besar dalam penulisan ilmiah ialah plagiarisme. Eh, atau plagiat, ya? KBBI Daring mencantumkan arti plagiarisme sebagai ‘penjiplakan yang melanggar hak cipta’ dan plagiat sebagai ‘pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan’. Ternyata kedua kata itu sama saja artinya dan hanya berbeda sumber serapannya: Plagiarisme berasal dari bahasa Inggris plagiarism, sedangkan plagiat berasal dari bahasa Belanda plagiaat.

 

 

Gambar Jenis Plagiarisme

Kembali kepada “dosa besar” tadi, pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengancam akan mencabut gelar akademik, profesi, atau vokasi dari lulusan perguruan tinggi yang melakukan plagiarisme ketika membuat karya ilmiah untuk mendapatkan gelarnya itu. Undang-undang itu bahkan menambahkan sanksi pidana berupa penjara (maksimal dua tahun) dan/atau denda (maksimal 200 juta rupiah). Berat nian siksa untuk pelaku plagiarisme ini!

Sebenarnya, apa saja, sih, jenis plagiarisme itu? Berdasarkan berbagai sumber referensi, saya menyimpulkan bahwa plagiarisme dapat dibagi menjadi tiga, yaitu plagiarisme disengaja, plagiarisme tidak disengaja, dan plagiarisme samar. Dua jenis yang pertama dapat ditebak artinya, yaitu plagiarisme yang dilakukan dengan niat dan yang dilakukan secara kebetulan. Jenis yang terakhir berada di wilayah abu-abu antara plagiarisme dan bukan karena ditimbulkan oleh ketidaksempurnaan sumber atau penulisan sumber.

Plagiarisme Disengaja

Plagiarisme disengaja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu penulis bayangan, salin tempel, dan swaplagiarisme. Plagiarisme penulis bayangan (ghost writer) terjadi ketika karya ilmiah tidak dibuat sendiri oleh penulis. Plagiarisme salin tempel (copy paste) muncul ketika tulisan orang lain, baik seluruh maupun sebagian, diambil dan diakui sebagai tulisan sendiri, baik dengan atau tanpa persetujuan penulis aslinya. Terakhir, swaplagiarisme merupakan penggunaan ulang tulisan sendiri untuk keperluan lain dengan menganggapnya sebagai karya baru.

Plagiarisme penulis bayangan merupakan wujud dari kemalasan tingkat tertinggi tanpa upaya penulis. Tulisan dapat dibuat oleh individu lain, bisa kerabat atau teman, baik dengan atau tanpa imbalan. Tulisan juga dapat dibuat oleh biro jasa penulisan atau diambil dari bank esai.

Plagiarisme salin tempel dibuat sendiri oleh penulis dengan sedikit upaya. Penulis dapat mengambil verbatim seluruh tulisan atau tugas dari orang lain dan mengakuinya sebagai buatan sendiri. Penulis juga dapat mengambil sebagian tulisan orang lain dan memasukkannya sebagai bagian tulisannya. Pengambilan itu dapat dilakukan dengan atau tanpa izin pemilik tulisan sumber.

Swaplagiarisme agak unik karena sebenarnya tulisan berasal dari penulis sendiri. Plagiarisme jenis ini muncul karena sejatinya tiap tulisan dibuat unik untuk keperluan yang berbeda. Penulis, misalnya, dapat melakukan daur ulang makalah yang sudah pernah diserahkan untuk tugas yang lain. Yang lebih parah ialah ketika penulis melakukan republikasi makalah yang sama kepada jurnal atau penerbit yang berbeda.

Plagiarisme Tidak Disengaja

Plagiarisme tidak disengaja timbul karena dua perkara, yaitu agregator dan nirbatas. Plagiarisme agregator disebabkan oleh orisinalitas tulisan yang rendah. Sebaliknya, plagiarisme nirbatas disebabkan oleh teknik pengutipan yang buruk.

Sebuah tulisan disebut sebagai agregator ketika terlalu banyak menggunakan kutipan daripada tulisan asli atau terlalu banyak mengutip dari satu sumber. Idealnya, kutipan dalam sebuah karya ilmiah tidak lebih dari 30%. Pengutipan pun perlu dilakukan dari sumber yang berbeda agar mendapat variasi sudut pandang. Disarankan maksimal 10% kutipan dari sebuah sumber sehingga jika batas kutipan 30% diterapkan, sebuah tulisan paling tidak perlu mengutip tiga sumber.

Plagiarisme nirbatas timbul ketika kaidah pengutipan, baik kutipan langsung maupun tidak langsung (parafrasa), tidak diikuti. Kutipan langsung harus ditandai dengan tanda petik atau paragraf gantung. Di sisi lain, parafrasa harus jelas menunjukkan batas antara bagian yang dikutip dan bagian yang dibuat sendiri. Parafrasa pun harus berbeda dengan pernyataan aslinya agar tidak menimbulkan parafrasa semu.

Plagiarisme Samar

Jenis plagiarisme yang terakhir disebabkan oleh mutu sumber serta cara penulisan sitasi dan bibliografi. Sumber memerlukan syarat mutu yang memadai agar dapat dikutip. Sementara itu, sitasi dan bibliografi juga memiliki syarat sesuai dengan gaya yang dipilih.

Sumber yang terbatas, seperti dari Google Books, hanya menyediakan sebagian informasi yang membuat mutu rujukan berkurang. Sebaliknya, sumber sekunder yang ditulis sebagai rujukan pada sumber lain pun hanya memberikan sebagian konteks.

Gaya sitasi dan bibliografi juga perlu dipatuhi. Penulisan yang tidak konsisten dan unsur yang tidak lengkap merupakan dua penyebab pelanggaran kepatuhan gaya. Kesalahan penulisan pengarang atau tahun karena ketidaktelitian juga dapat menjadi sumber masalah. Terakhir, kesamaan jumlah sumber sitasi dalam teks dan jumlah sumber bibliografi juga perlu diperhatikan.

Rujukan:

Penulis: Ivan Lanin

Penyunting: Dessy Irawan