
Tipe dan Dimensi Makna
Makna adalah sesuatu yang memengaruhi ekspresi gramatika yang sesuai dengan kebiasaan. Pendekatan tentang makna harus kontekstual karena konsepnya akan digunakan dalam interaksi elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam kalimat. Dalam mendeskripsikan tipe makna, kita harus membedakan antara anomali gramatikal dan anomali semantik. Hal yang dapat memisahkan kedua jenis anomali ini adalah korigibilitas (corrigibility), yaitu apakah kebahasaannya dapat diperbaiki atau tidak. Anomali gramatikal termasuk anomali yang corrigible—dapat diperbaiki—dalam artian bahwa sudah jelas apa yang “benar” sehingga apabila terdapat suatu kesalahan dalam gramatikal dapat langsung diperbaiki. Di lain sisi, anomali semantik merupakan anomali yang tidak dapat diperbaiki dengan mudah. Dasar dalam korigibilitas ini ialah mengetahui hal yang orisinal atau hal yang benar dari sistem kebahasaan agar dapat menghilangkan anomali yang terjadi di dalam bahasa tersebut.
Terdapat beberapa jenis anomali semantik yang sering kita temukan dalam situasi kebahasaan sehari-hari, yaitu pleonasm (pleonasme), semantic clash (bentrok semantik), zeugma, dan improbability (improbabilitas). Pleonasme adalah kondisi ketika ditemukan pernyataan yang sudah jelas kebenarannya dan sesungguhnya tidak perlu lagi dinyatakan secara eksplisit. Bentrok semantik adalah situasi ketika ditemukan makna yang tidak cocok karena saling berbenturan sehingga menimbulkan paradoks, kontradiksi, dan kebutuhan untuk mencari pembacaan figuratif. Zeugma adalah upaya untuk membuat ekspresi tunggal melakukan dua pekerjaan semantik pada saat yang bersamaan. Improbabilitas adalah rangkaian kesatuan antara ketidakmungkinan dan kesesuaian. Anomali-anomali tersebut kemudian memunculkan dua tipe makna secara konseptual, yakni tipe makna deskriptif dan nondeskriptif.
Makna Deskriptif
Makna deskriptif dapat dilihat dari dimensi intrinsik dan dimensi relatif. Pertama, dimensi intrinsik. Dimensi intrinsik terbagi atas enam dimensi, yaitu kualitas, intensitas, kekhususan, kesamaran, dasar, dan sudut pandang.
Dimensi kualitas adalah dimensi dalam semantik yang membedakan makna kata yang masih berada dalam satu rumpun. Contohnya adalah Ini bukan merah, melainkan kuning (rumpun warna) dan Itu bukan mawar, melainkan tulip (rumpun bunga).
Dimensi intensitas adalah dimensi yang memberikan kesan lebih pada makna suatu kata tanpa mengubah kualitas makna tersebut. Contohnya adalah Ini tidak hanya enak, tetapi juga lezat. Dalam pernyataan tersebut terlihat bahwa kata lezat memiliki intensitas lebih tinggi dibandingkan kata enak.
Dimensi kekhususan adalah dimensi yang menunjukkan seberapa spesifik makna suatu kata. Contohnya adalah (1) Di sana ada hewan dan (2) Di sana ada kucing. Pernyataan kedua menunjukkan bahwa kucing lebih spesifik dibandingkan hewan. Dimensi kekhususan ini terbagi menjadi tiga, yaitu kekhususan jenis, kekhususan bagian, dan kekhususan intensitas.
Dimensi kesamaran adalah dimensi semantik yang menunjukkan bahwa terdapat pemaknaan kata yang cenderung samar. Dimensi kesamaran ini terbagi menjadi dua subdimensi, yakni ill-definedness (ketidakjelasan) dan laxness (kelonggaran). Subdimensi ketidakjelasan adalah situasi ketika makna suatu kata menciptakan skala yang dapat diukur, tetapi ukurannya tidak jelas. Misalnya, dalam pemaknaan mengenai umur terdapat istilah paruh baya dan remaja. Akan tetapi, tidak terlalu jelas dan terdapat pandangan yang berbeda-beda mengenai batas usia remaja dan paruh baya. Sementara itu, subdimensi kelonggaran dapat ditemukan dalam kata yang diartikan dengan jelas, tetapi penggunaannya tidak selalu tepat. Misalnya, kata lingkaran dapat diartikan dengan baik, yakni ‘garis melengkung yang kedua ujungnya bertemu pada jarak yang sama dari titik pusat’. Namun, dalam pemakaiannya, bentuk lingkaran tidak selalu tepat seperti pengertian yang ada. Contohnya adalah ketika sekumpulan orang duduk membentuk lingkaran. Lingkaran yang dimaksud tidak akan sepenuhnya membentuk lingkaran dengan jarak yang sama dari titik pusatnya.
Dimensi dasar adalah dimensi semantik yang menunjukkan makna paling dasar. Contohnya adalah makna kata dingin. Saat seseorang menyebutkan kata dingin, maknanya dapat langsung terbayang dan dirasakan oleh tubuh manusia. Namun, saat kata dingin menjadi frasa sangat dingin, maknanya tidak semerta-merta dapat langsung terbayang atau dirasakan oleh tubuh karena ukuran untuk kata sangat berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kata dingin memiliki makna yang lebih dasar dibandingkan sangat dingin.
Dimensi sudut pandang adalah dimensi semantik yang menunjukkan sudut pandang penutur. Sudut pandang dibagi menjadi dua, yakni titik pandang (vantage point) dan orientasi. Titik pandang adalah sudut pandang pemaknaan berdasarkan posisi penutur. Contohnya adalah Rambutnya terlihat menawan ketika dilihat dari belakang. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa posisi penutur adalah melihat rambut orang tersebut dari posisi belakang. Sementara itu, orientasi adalah sudut pandang pemaknaan berdasarkan orientasi bumi dan tubuh manusia. Contohnya adalah Semut itu berjalan menaiki kakinya dan Semut itu berjalan menuruni kakinya.
Kedua, dimensi relatif. Dimensi relatif memiliki dua parameter penentu, yaitu necessity and expectedness (kebutuhan dan harapan) dan salience (makna penting). Kebutuhan dan harapan adalah parameter dimensi yang berkaitan dengan necessary (keperluan), contingent logical relationships (hubungan logis kontingen), serta entailment (persyaratan). Misalnya, seorang istri tidak mungkin merupakan anak dari suaminya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka muncul rumusan X adalah istri dari Y (entails) dan X bukan anak perempuan Y sehingga Chika adalah istri Rendra dan Chika bukan anak perempuan Rendra.
Sementara itu, makna penting merupakan tanda yang terlihat jelas atau penting dalam suatu tuturan. Contohnya adalah berikut.
(a) Lina menonton televisi saat dia sedang makan malam.
(b) Lina makan malam saat dia sedang menonton televisi.
Kedua pernyataan tersebut memiliki makna penting yang berbeda-beda. Pernyataan (a) fokus utamanya adalah Lina sedang menonton televisi. Sementara itu, pernyataan (b) fokus utamanya adalah Lina sedang makan malam.
Makna deskriptif dapat dikategorikan dalam dua syarat. Yang pertama, makna deskriptif harus secara kategoris menjadi penentu untuk nilai atau kondisi kebenaran, tetapi hanya itu yang harus secara langsung relevan dengan kebenaran dalam arti mengolah kebenaran proposisi yang lebih atau mungkin kurang. Proposisi tersebut dapat dibalas dengan pernyataan oleh lawan bicaranya. Yang kedua, tidak mengategorikan makna deskriptif berada dalam lingkup negasi yang normal. Artinya, makna deskriptif dapat diekspresikan oleh orang lain pada waktu dan tempat yang berbeda.
Makna Nondeskriptif
Tipe makna yang kedua adalah makna nondeskriptif. Makna nondeskriptif dibagi menjadi dua jenis, yaitu makna ekspresif dan penekanan makna. Pertama, makna ekspresif adalah makna yang menekankan pada emosi seseorang dalam merespons suatu hal. Beberapa ciri makna ekspresif adalah emosi ditunjukkan saat penutur mengeluarkan pernyataan, validitasnya bergantung pada penutur saat mengeluarkan pernyataan, bukan proposisi, serta ekspresinya dapat ditunjukkan dengan volume dan nada bicara. Contohnya adalah Ya Allah! Pernyataan Ya Allah! dengan menggunakan tanda seru (!) menunjukkan adanya penekanan emosi kaget dalam tuturan saat merespons suatu hal yang terjadi. Pengucapannya pun biasanya disertai dengan nada tertentu yang menimbulkan validitas makna tersendiri sesuai dengan konteks saat pernyataan tersebut diucapkan.
Kedua, penekanan makna adalah hal-hal yang berkaitan dengan dialek dan daftar kepatuhan (register allegiance) yang diucapkan oleh penutur suatu bahasa yang akan memengaruhi makna bahasa tersebut. Variasi dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh penuturnya. Terdapat tiga penyebab munculnya variasi dialek, yakni geografi, temporal, dan sosial. Misalnya, pada dialek-dialek dalam bahasa Minangkabau kata awak berarti ‘saya’, sedangkan pada dialek-dialek dalam bahasa Melayu kata awak berarti ‘kamu’. Sementara itu, variasi daftar kepatuhan (register allegiance) adalah variasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi penggunaan bahasa tersebut.
Sumber:
Cruse, D.A. 2004. Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics (2nd ed.). Oxford: Oxford University Press.
Penulis: Shafira Deiktya Emte
Penyunting: Ivan Lanin
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel Terkait
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam