Pengertian tentang bahasa selalu bersangkutan dengan sifat-sifat bahasa itu sendiri. Bahasa itu sistem tanda dan bunyi. Bahasa adalah alat komunikasi yang universal dan manasuka. Lebih dari itu, bahasa adalah sarana ekspresi. Dari setiap definisi bahasa, saya tertambat pada satu batasan, yakni bahasa adalah sebuah sistem yang memadukan dunia bunyi dengan dunia makna.

Dunia makna inilah yang akan saya sebut sebagai alam semantik. Sebagai salah satu topik dalam linguistik, menurut Muhadjir (2017), semantik adalah telaah tentang makna.

Bahasa berkaitan dengan ilmu tanda. Makna pun bergantung pada tanda-tanda. Oleh karena itu, semantik tidak terpisahkan dari semiotika atau semiologi. Pada 1923, Ogden dan Richards menggagas sebuah konsep yang disebut “segitiga makna” atau sering juga diistilahkan sebagai “segitiga semiotik”. Berikut adalah gambar yang saya ambil dari Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (2005: 114)

Pada gambar di atas, Ogden dan Richards mengangkat buku sebagai contoh. Buku memiliki lambang bunyi bahasa berupa [b-u-k-u] yang berhubungan langsung dengan citra mental atau gambaran buku. Sementara itu, konsep buku pun berhubungan langsung dengan referen atau objek buku. Namun, lambang bunyi bahasa tidak berelasi secara langsung dengan referen atau objek tersebut. Contoh mudahnya, apabila kita mengucapkan buku kepada orang Jerman, mereka belum tentu mengerti apa yang kita maksud karena dalam bahasa Jerman, buku dilambangkan dengan Buch.

Kebetulan, skripsi saya dulu menggunakan pendekatan semiotika. Saya berkutat dengan segitiga tersebut selama beberapa bulan. Ternyata, dengan menggunakan segitiga makna, kita bisa mendedah makna denotatif dan konotatif suatu kata.

Apakah semantik hanya menelaah makna denotatif dan konotatif? Tentu tidak. Setiap kata bergantung pada kata lainnya untuk memberi makna. Dengan demikian, makna setiap kata pun saling berelasi. Hal ini dikupas lebih lanjut dalam relasi makna yang mencakup homonimi, polisemi, sinonimi, antonimi, hiponimi, dan meronimi.

Lebih dari itu, kita bahkan bisa mengupas perbedaan kata yang serupa dengan analisis komponen makna. Misalnya, kata cium dan kecup. Keduanya memiliki makna yang mirip. Namun, mereka tetap memiliki kontras makna. Analisis komponen makna dapat digunakan untuk menghindari ketaksaan dalam berbahasa.

Kira-kira, hal-hal di ataslah yang mendapat perhatian besar dalam semantik. Dengan mengingat bahwa kata dan makna selalu berkembang, bahkan berubah, semantik pun bakal selalu diperlukan. Lebih lanjut, dengan memanfaatkan semantik, segala kesalahpahaman dalam berbahasa dapat diluruskan.

 

Rujukan:

  • Kushartanti, dkk. (ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Markoem, Muhadjir. 2017. Semantik dan Pragmatik: Edisi Kedua. Tangerang: Pustaka Mandiri.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin