Paragraf Pembuka: Sebuah Ruang Tamu
Buat saya, paragraf pembuka dalam sebuah tulisan mempunyai peran yang penting untuk mengundang pembaca, sama halnya dengan judul. Bedanya, jika judul adalah pintu, paragraf pembuka menyerupai ruang tamu. Sering kali ia membuat kita nyaman. Namun, tak jarang pula paragraf pembuka justru membuat jemu.
Coba perhatikan paragraf pembuka ini.
Kalau kota ini terbakar, saya ingin berada di sebuah tempat yang bersih dan terang, dan—jika boleh meminta lebih banyak—berciuman dengan orang yang saya cintai. Bukan buat melepaskan diri dari kenyataan yang berantakan, melainkan untuk merayakan bahwa hidup tak bisa sepenuhnya hancur-lebur. Bahwa selalu ada harapan, betapa pun kecilnya.
Kutipan di atas saya ambil dari sebuah esai—atau reportase atau berita khas?—berjudul “Tentang 22 Mei: Harapan, dari Dekat Sekali” yang ditulis oleh Dea Anugrah pada situs Asumsi. Dalam tulisan itu, Dea menceritakan situasi demonstrasi pada 22 Mei 2019 di Jakarta. Alih-alih langsung membicarakan pokok persoalan dengan gamblang, menurut saya, dia menuliskan pembukaan general yang puitis. Coba, ambil paragraf tersebut dan templokkan pada konteks yang lain. Mungkin saja ia bisa menjadi pembuka novel atau cerpen.
Namun, apakah pembukaan paragraf harus selalu dituliskan dengan gaya seperti itu? Tidak juga. Zen R.S. membuka tulisan “Ketika Sepakbola Menjadi Tayangan dan Bukan Lagi Permainan” dengan satu kalimat yang menohok dan langsung menuju inti permasalahan.
Jika pornografi mulai dianggap lebih sensual dibandingkan seks, bisakah tayangan sepakbola kini dianggap lebih sporty dari bermain bola itu sendiri?
Kita bisa lihat perbandingannya. Dea menawarkan pengantar yang lebih terbuka, tetapi masih berkaitan dengan apa yang hendak dia utarakan pada paragraf-paragraf selanjutnya. Di sisi lain, Zen R.S. cenderung menjurus.
Selain Dea dan Zen, tulisan-tulisan Bre Redana juga sering kali memikat saya. Dalam salah satu tulisannya pada kolom Udar Rasa harian Kompas, Bre Redana menulis sebuah pembukaan seperti ini: Usaha apa yang bisa dilakukan di ibu kota baru, Om, tanya mereka, seolah saya ahli dagang atau bahkan dukun. Om nanti akan lebih sering dong main ke ibu kota, tanya yang lain. Kita bisa merasakan nada bertutur yang santai dengan gaya percakapan.
Terakhir, saya kira opini-opini Eka Kurniawan pada Jawa Pos juga perlu menjadi referensi. Suatu waktu, beliau menulis pembukaan begini: ADA jenis burung kangkok dari keluarga Cuculidae yang menyimpan telurnya di sarang burung lain. Ketika telur kangkok menetas, ia akan mendepak telur atau anak si pemilik sarang ke luar. Anak burung itu kemudian menipu si pemilik sarang seolah sebagai anaknya.
Apakah Eka Kurniawan menulis opini tentang kelestarian fauna? Tidak. Beliau sedang menguak ketidakadilan dengan sebuah analogi.
Menurut Suladi (2015) dalam Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf, paragraf pembuka berfungsi untuk menunjukkan pokok persoalan yang mendasari masalah, menarik minat pembaca dengan mengungkapkan latar belakang dan pentingnya pemecahan masalah, menyatakan tesis atau ide sentral, serta menyatakan pendirian penulis. Ada sederet pendekatan yang dapat digunakan untuk menarik perhatian pembaca, yakni menyampaikan topik yang sedang hangat dibicarakan; memberikan latar belakang, suasana, atau karakter; mengutarakan contoh konkret yang berkenaan dengan pokok pembicaraan; mengawali karangan dengan pernyataan yang tegas; menyentak pembaca dengan pernyataan yang tajam; menyentak pembaca dengan perbandingan, analogi, atau kesenjangan kontras; mengungkapkan isu-isu penting yang belum terungkap; serta menceritakan peristiwa yang luar biasa.
Dea Anugrah, Zen R.S., Bre Redana, dan Eka Kurniawan adalah empat penulis yang saya kagumi. Apabila karya mereka muncul pada lini masa media sosial, saya segera memasukkannya ke dalam daftar bacaan. Bahkan, apabila sedang ada waktu, saya akan serta-merta membacanya.
Sejauh ini, paragraf pembuka dari mereka bak ruang tamu yang tidak hanya membuat saya sebagai pembaca merasa nyaman. Lebih dari itu, saya seolah dibawa untuk terus masuk, jauh ke dalam hingga kalimat terakhir.
#paragraf #deaanugrah #zenrs #breredana #ekakurniawan
Rujukan:
- Anugrah, Dea. 2019. “Tentang 22 Mei: Harapan, dari Dekat Sekali”. Diakses pada 8 Juli 2021.
- Kurniawan, Eka. 2020. “Burung Nakal Modal Rebahan”. Diakses pada 9 Juli 2021.
- Redana, Bre. 2019. “Kota Baru”. Diakses pada 8 Juli 2021.
- Sugito, Zen Rahmat. 2016. “Ketika Sepakbola Menjadi Tayangan dan Bukan Lagi Permainan”. Diakses pada 8 Juli 2021.
- Suladi. 2015. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Daftar Tag:
Artikel & Berita Terbaru
- Tertawa Menjelajah Semesta Bacaan
- Waktunya Anak Membaca dengan Gaya Pascadigital
- Pentingnya Perpustakaan Rumah bagi Anak-Anak
- Hadapi Keresahan Percampuran Bahasa di Bulan Bahasa dan Sastra
- Gelombang II Pelatihan Keterampilan Menulis Naskah Dinas untuk IFG
- Warganet Bisa Apa untuk Mencari Jawaban Pertanyaan Kebahasaan?
- Siniar Malaka Project bersama Ivan Lanin
- Bahasa sebagai Bahan Baku Berhumor
- Perbedaan Pantomim dan Mime
- Pelatihan Keterampilan Menulis Naskah Dinas untuk Pegawai IFG
- Kuliah Tamu DSI ITS: Kiat-Kiat Penyusunan Proposal Karya Ilmiah
- Lokakarya KESDM: Penyusunan Naskah Dinas