Nosisme: Ketika “Aku” Menjadi “Kita” dan “Kami”

oleh Narabahasa

Apakah Kerabat Nara pernah melihat seseorang menggunakan kata kami atau kita (pronomina persona pertama jamak) untuk memaknai aku atau saya (pronomina persona pertama tunggal)? Biasanya dalam sebuah artikel atau esai, ada beberapa penulis yang memanfaatkan kata ganti kita supaya terkesan lebih dekat dengan pembaca. Saya pun sering menerapkan hal ini. Lebih lanjut, dalam sebuah editorial atau tajuk rencana, ada juga penulis yang memasukkan kata ganti kami guna mewakili awak redaksi suatu media.

Penggunaan pronomina persona pertama jamak untuk menggantikan kata ganti saya atau aku disebut nosisme. Pada Merriam-Webster, nosism memiliki dua arti: (1) ‘the conceit or pride of a group of persons’ dan (2) ‘the practice of using we in giving one’s opinion’. Memang, pembahasan mengenai nosisme cukup sulit untuk ditemukan di internet. Namun, setidaknya Wikipedia telah menyajikan artikel yang cukup jelas, khususnya tentang klasifikasi nosisme:

  1. Pluralis majestatis (royal we atau plural keagungan) yang sering digunakan dalam lingkup kerajaan. Contohnya adalah ucapan terkenal dari Ratu Victoria, “We are not amused.
  2. Pluralis editorial (plural editorial) yang biasa dimanfaatkan oleh seorang redaktur dalam membuat pernyataan redaksi. Contohnya adalah Edisi majalah ini kami buat dalam rangka memperingati perjuangan almarhum Munir Said Thalib.
  3. Pluralis modestiae (plural kesantunan) yang dapat kita gunakan untuk mengurangi kesan congkak. Misalnya, alih-alih memanfaatkan kata ganti saya atau aku, kata ganti kita dapat dipakai dalam potongan kalimat Kita sudah pernah dengar bahwa ….
  4. Pluralis auctoris (plura penulis) yang biasa dipakai untuk memangkas jarak antara penulis dan pembaca. Contohnya adalah Pada bab selanjutnya, kita akan membahas isu ini secara detail.

Saya rasa, beberapa dari kita yang berprofesi sebagai penulis atau sering berbicara di depan publik pernah menggunakan nosisme. Terkadang, nosisme dapat mencerminkan kerendahan diri dan mendekatkan kita dengan pendengar atau pembaca. Namun, jika digunakan secara berlebihan, nosisme mungkin saja menunjukkan kesoktahuan. Ingat, belum tentu apa yang saya rasakan dan ketahui dapat diterjemahkan menjadi pengalaman kolektif.

#nosisme

Penulis: Yudhistira 

Penyunting: Ivan Lanin 

 

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar