Tentang Akhiran -if
Seperti yang dituliskan Harimurti (2010), afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Sebuah leksem yang mendapatkan afiksasi akan mengalami perubahan bentuk, kategori, dan makna. Secara umum, afiks tergolong menjadi empat jenis, yaitu prefiks (misalnya me-, di-, dan ber-), infiks (-el-, -er-, -em-, dan -in-), sufiks (-an, -kan, dan -i), dan konfiks (misalnya ke–an, pe–an, dan per–an). Lebih dari itu, Harimurti juga menambahkan satu jenis afiks, yaitu simulfiks, yang diterapkan lewat nasalisasi fonem pertama dari bentuk dasar. Contohnya adalah kopi menjadi ngopi.
Kali ini, saya akan mengupas salah satu sufiks yang barangkali tidak begitu sering diperbincangkan layaknya sufiks -kan dan -i. Sufiks itu adalah –if, yakni imbuhan pembentuk kata sifat (adjektiva). Moeliono dkk. (2017) mengatakan bahwa sufiks -if merupakan serapan dari bahasa Inggris dan Belanda yang mampu menurunkan nomina menjadi adjektiva. Perhatikan tabel di bawah ini.
Nomina | Adjektiva |
Administrasi | Administratif |
Agresi | Agresif |
Produksi | Produktif |
Konsumsi | Konsumtif |
Adaptasi | Adaptif |
Kata-kata bergolongan adjektiva di atas memiliki makna ‘bersangkutan dengan’ atau ‘memiliki sifat’ administrasi, agresi, produksi, konsumsi, dan adaptasi.
Namun, apabila kita tinjau lebih jauh, ada pula sejumlah kata benda dalam bahasa Indonesia yang diakhiri dengan -if, seperti alternatif, inisiatif, motif, dan positif.
Menurut saya, alternatif berhubungan dengan alter dan alternasi. Alter diduga berasal dari bahasa Inggris Abad Pertengahan Akhir yang diserap dari Prancis Kuno, alterer. Alter juga digunakan dalam bahasa Latin Abad Pertengahan, alterare. Kata ini kemudian berkembang menjadi alternate, alternation, dan alternative. Besar kemungkinannya, ketiga kata tersebut diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘alternasi’ (untuk alternate dan alternation) serta ‘alternatif’ untuk alternative.
Hal serupa juga terjadi pada kata inisiatif yang memiliki sangkut paut dengan inisiasi. Pada mulanya, initiat- digunakan dalam bahasa Latin yang berarti ‘begun’ (mulai) dan initium yang berarti ‘beginning’ (awal).
Sementara itu, ‘motif’ dan ‘positif’, merupakan serapan dari motif dan motive, serta positive.
Dari penelusuran tersebut, saya menemukan bahwa sufiks -if bukan hanya melekat pada kata sifat, melainkan juga menempel pada kata benda. Lalu, barangkali -tif adalah alomorf dari -if. Saya belum menemukan bacaan mengenai ini. Lebih dari itu, perlu diingat juga, -if tidak selalu berdiri sebagai sufiks. Terkadang, ia memang bentuk dasar dari sebuah kata.
Rujukan:
- Cambridge Dictionary. Diakses pada 8 Februari 2021.
- Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- ___________________. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Lexico. Diakses pada 8 Februari 2021.
- Moeliono, Anton M., dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
- Online Etymology Dictionary. Diakses pada 8 Februari 2021.
- Ramlan. 2019. Morfologi; Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Artikel & Berita Terbaru
- Perbedaan Pantomim dan Mime
- Tabah ke-145 bersama Alfan, Harapan III Duta Bahasa Nasional 2023
- Pelatihan Griyaan untuk DJKI: Belajar Menulis Berita yang Efektif
- Hadapi Tantangan Menyusun Laporan Tahunan bersama Narabahasa
- Tabah ke-144 bersama Luthfi, Harapan II Duta Bahasa Nasional 2023
- Dua Pekan Lagi Bulan Bahasa dan Sastra
- Griyaan Penulisan Wara Narabahasa untuk Kemenkeu
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- KDP Hadir Kembali: Kerinduan yang Sedikit Terobati
- Kreasi Konten Media Sosial Finalis Dubasnas 2024
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi