Yang Dipadankan dari Cina
Salah satu teman saya terjangkit Covid-19. Dia lantas mengetwit bahwa ketidakmampuan menghidu aroma dan merasakan sedapnya mi goreng mampu meluruhkan semangatnya. Saya, sebagai seorang penikmatnya, langsung terbayang betapa hambarnya hidup ini tanpa mi goreng.
Perlu diketahui, mi berasal dari Cina dan penamaannya berakar dari dialek Hokkian. Pada mula penciptaannya, bagi penduduk Tiongkok, mi dianggap sebagai sebuah karya seni dan sudah dikonsumsi sejak tiga ratus tahun sebelum Masehi. Selama ini, kita tentu sudah sering membaca kalau bahasa Indonesia mendapatkan pengaruh yang besar dari bahasa Inggris, Portugis, Belanda, dan Sanskerta. Ternyata, bahasa Tionghoa pun turut meninggalkan jejak pada kosakata bahasa Indonesia yang kita gunakan pada hari ini.
Nama capcai, taoge, tahu, cengkih, dan bakwan dipadankan dari bahasa Tionghoa. Pastika (2012) dalam penelitiannya juga mencatatkan cawan, lu, toko, sumpit, becak, lihai, teko, gua, cat, dan loteng sebagai kosakata yang diserap dari Cina. Wirawan (2012) dalam Kusumaningrum dkk. (2018) pun mendaftarkan kaleng, loak, nyonya, dan calo ke dalam daftar padanan kosakata dari Cina. Lebih dari itu, pada KBBI V luring, kita bisa menemukan sejumlah kata dari Cina, seperti apek, angpau, berjibun, ceban, goban, gocap, dan goceng.
Sementara itu, tulisan Remy Sylado pada bab “Mengais-ngais Cina di Sunda” buku 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing (2003) bahkan mengindikasikan bahwa bahasa Tionghoa berpengaruh pada perkembangan bahasa daerah. Dalam bahasa Sunda, ngawuluku adalah ‘membajak sawah’. Pada lain sisi, dalam bahasa Cina, wu-lu-ku dapat mengartikan ‘lima jenis padi-padian yang harus dibajak dulu sebelum dituai’. Seka yang mengartikan ‘mencuci kaki dan muka’ disebut si-ka dalam bahasa Cina. Contoh terakhir, galeng yang dalam bahasa Sunda mengartikan ‘pematang’ memiliki sebutan khaleng dalam bahasa Cina.
Pengaruh bahasa Cina terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Sunda tidak terpisahkan dari fenomena sejarah. Interaksi antara penduduk Nusantara dengan pedagang Cina diduga sudah terjadi sejak abad ke-4 Masehi. Permukiman komunitas Tionghoa diketahui mulai berkembang di Jawa pada abad ke-13 dan pada abad ke-15 hingga abad ke-17, kerajaan-kerajaan di Selat Malaka serta pedagang Cina terekam memiliki relasi perniagaan yang erat. Di sinilah kosakata berbahasa Cina, khususnya dialek Hokkian, mulai diserap ke dalam bahasa Melayu.
Rujukan:
- Kusumaningrum, Nikmah, dan Palupi. 2018. “Representasi budaya di Indonesia: studi kasus kosakata bahasa Tionghoa pada KBBI”. Working Paper. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
- Munsyi, Alif Danya. 2003. 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
- Pastika, I Wayan. 2012. “Pengaruh Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia dan Daerah: Peluang atau Ancaman?”. Dalam Jurnal Kajian Bali, Volume 02, Nomor 02, Oktober, hlm. 141–164. Bali: Universitas Udayana.
- Senja, Anggita Muslimah Maulidya Prahara. 2018. “Sejarah dan Asal Usul Mi”. Diakses pada 2 Agustus 2021.
- Sukmasari, Erlinda. 2019. “Bagaimana Mie Menjadi Makanan Rakyat di Benua Asia”. Diakses pada 2 Agustus 2021.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Daftar Tag:
Artikel & Berita Terbaru
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian
- Ngapain?
- Nasib Jurnalisme Investigasi dalam RUU Penyiaran
- Aman Aja
- WIKOM BPOM 2024 bersama Narabahasa
- Bimbingan Teknis Mahkamah Agung bersama Narabahasa
- Tapak Tilas Menulis Horor bersama Diosetta
- Tabah bersama Uni Salsa,Terbaik V Putri Duta Bahasa 2023
- Korespondensi dan Wicara Publik bersama BPK RI