Sebagaimana manusia, bahasa tidak dapat hidup sendirian. Ia berdampingan dengan bahasa-bahasa lain yang ada di dunia. Tidak jarang, untuk menopang satu sama lain, bahasa saling melengkapi lewat penyerapan kata.

Hal tersebut juga dialami oleh bahasa Indonesia. Kita tahu, bahasa kita telah menyerap kosakata bahasa Belanda, Inggris, Arab, dan sebagainya. Sanskerta pun turut mewarnai perjalanan bahasa Indonesia.

Pada awal Masehi, umat Hindu dari India Selatan tiba di Nusantara untuk melakukan perdagangan. Mereka berinteraksi dengan penduduk lokal Nusantara. Saat itulah, Sanskerta diduga pertama kali mulai merebak di Nusantara. Sanskerta yang digunakan dalam penulisan Weda kemudian berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan bahasa dan kesusastraan Jawa, Bali, dan Melayu Kuno. Wurianto (2015) dalam penelitiannya menulis bahwa jika Latin dianggap sebagai bahasa ilmu pengetahuan, Sanskerta dinilai memiliki rasa kesusastraan yang tinggi. Epos Ramayana dan Mahabharata ditulis dengan bahasa ini. Lebih lanjut lagi, banyak istilah dalam ranah bahasa dan sastra yang berasal dari Sanskerta. 

Kata cerita, misalnya, diserap dari Sanskerta, yaitu carita yang bermakna ‘perbuatan’ atau ‘tingkah laku’. Kata sastra itu sendiri berasal dari śāstra yang mengartikan ‘tata tertib’, ‘perintah’, ‘pedoman’, ‘aturan’, ‘pelajaran’, ‘instruksi’, ‘petunjuk’, ‘nasihat’, ‘ajaran yang baik’, ‘risalah buku’, dan ‘buku-buku keagamaan’. Kata bahasa, peribahasa, baca, pujangga, dan senjayang kerap diasosiasikan dengan puisi dan kopijuga diangkut dari Sanskerta. 

Lebih dari itu, kata-kata Sanskerta pun sarat akan unsur spiritualitas. Sedyawati dkk. dalam Kosakata Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Melayu Masa Kini (1994) berpendapat bahwa selain menjadi sumber pustaka utama untuk masalah sastra, Sanskerta adalah rujukan bagi istilah-istilah keagamaan hingga abad ke-15 Masehi.

Holy Adib sudah menuliskan artikel yang lengkap mengenai sumbangsih Sanskerta bagi istilah-istilah yang sering kita temukan dalam ranah agama. Bahkan, menariknya, barangkali sebagian besar dari kita tidak menyangka bahwa kata-kata tersebut diserap dari Sanskerta. Ternyata, puasa, neraka, sabda, pahala, dosa, dan santri adalah beberapa kata yang kita pungut dari Sanskerta, bukan dari bahasa Arab.

Akan tetapi, sama seperti pemadanan dari bahasa lainnya, banyak kata Sanskerta yang telah mengalami penyesuaian bentuk dan makna. Kata saya, contohnya, diambil dari Sanskerta yang pada mulanya berbentuk sahāya. Makna sahāya adalah pembantu’, ‘pengikut’, ‘pelayan’, ‘pendamping’, ‘teman’, atau ‘asisten’. Lambat laun, saya terbentuk dan dianggap sebagai kata ganti orang pertama yang digunakan dalam ragam formal. Kendati demikian, bentuk sahaya tetap dipertahankan dalam ragam klasik yang bermakna ‘abdi’, ‘budak’, dan ‘hamba’

Apabila didaftarkan, banyak kata yang kita serap dari Sanskerta. Ada yang berbentuk nomina, verba, adjektiva, adverbia, bahkan partikel dan gabungan kata. Mungkin benar apa yang dikemukakan oleh Qodratillah dalam Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Tata Istilah (2016), “Bahasa asing yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan kosakata Indonesia ialah bahasa Sanskerta.”

Rujukan:

  • Sedyawati, dkk. 1994. Kosakata Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Melayu Masa Kini. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
  • Holy, Adib. 2019. “Dari Sanskerta, tetapi (mungkin) disangka dari Arab”. Diakses pada 26 Juli 2021.
  • Qodratillah, Meity Taqdir. 2016. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Tata Istilah. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
  • Wurianti, Arif Budi. 2015. “Kata Serapan Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Indonesia”. Dalam Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 1, Nomor 2, Oktober, hlm. 125–134. Malang: Universitas Muhammadiyah.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin