Saya sedang membuka KBBI V daring. Saya lupa, apa saja pemutakhiran yang sudah dilakukan oleh penyusun kamus kita pada April 2022. Ada satu kata yang menurut saya memiliki bunyi unik, yaitu gentilik.
Sekilas, saya menebak bahwa kata ini berhubungan dengan bebunyian, seperti gemercik yang mengartikan ‘berbunyi seperti bunyi air yang jatuh menimpa genangan air dan sebagainya’ atau gemerisik yang berarti ‘berbunyi kersik–kersik seperti bunyi sepatu orang berjalan di atas daun kering atau batu kerikil’. Wah, saya keliru. Gentilik berarti ‘demonim’. Belum tuntas keheranan karena keliru menebak artinya, saya mengerutkan dahi sebab baru pertama kali mendengar kata demonim.
Demonim merupakan ‘nama diri untuk penduduk asli suatu tempat’. Contohnya adalah Indonesian, American, dan Indian. Dalam bahasa Inggris, demonym berarti ‘a word (such as Nevadan or Sooner) used to denote a person who inhabits or is native to a particular place’. Selain dengan penambahan sufiks –an, kita mungkin familier dengan sebutan Javanese dan Japanese untuk menandakan masyarakat Jawa dan Jepang. Ada pula pembubuhan -ish dalam Spanish serta Danish. Bahasa Inggris memang punya beberapa metode untuk membentuk sebuah demonim.
Pertanyaannya, adakah demonim dalam bahasa Indonesia? Sejauh ini, hanya ada dua demonim yang saya temukan, yaitu Tionghoa dan Portugis. Apabila kita memasukkan kata Portugal dalam KBBI V, arti yang muncul adalah ‘negara yang terletak di Eropa Barat Daya, beribu kota Lisboa’. Hanya ada satu makna di sana. Sementara itu, Portugis adalah ‘penduduk negara Portugal’ serta ‘bahasa yang dituturkan di negara Portugal dan Brasil’.
Pada lain sisi, kata Jawa punya dua arti, yakni ‘suku bangsa yang berasal atau mendiami sebagian besar Pulau Jawa’ dan ‘bahasa yang dituturkan oleh suku Jawa’. Makna ‘nama diri untuk penduduk asli suatu tempat’ sudah terwakili oleh kata Jawa. Dengan demikian, kita tidak memerlukan lema Jawanis.
Berdasarkan pembentukan, Portugis adalah demonim dalam bahasa Indonesia yang mirip dengan bahasa Inggris-nya, portuguese. Pertanyaan berikutnya yang belum bisa saya jawab ialah mengapa tidak semua demonim yang berbunyi is–seperti –ish dan -nese–kita serap saja sekalian?
#demonim
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin