“Overtourism” dalam Bahasa Indonesia
Belakangan ini, lini masa media sosial saya ramai dengan komentar netizen soal wacana naiknya tarif untuk wisatawan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Rencananya, wisatawan domestik harus membayar sebesar Rp750.000. Angka tersebut melonjak Rp700.000 dari harga sebelumnya. Sementara itu, wisatawan asing yang sebelumnya dikenakan biaya sebesar US$22 harus beradaptasi dengan tarif yang baru, yakni US$100. Kemudian, harga tiket untuk pelajar mengalami penurunan, yaitu dari Rp25.000 menjadi Rp5.000.
Perubahan tarif tersebut belum diresmikan. Namun, seperti biasa, beberapa warganet sudah melontarkan komentarnya. Barangkali mereka lupa, Candi Borobudur sudah ditetapkan sebagai situs warisan dunia pada 1991 oleh UNESCO. Dengan demikian, masyarakat punya kontribusi dalam menyukseskan upaya konservasi candi. Penaikan tarif wisata merupakan salah satu inisiatif pemerintah dalam mengatasi overtourism yang diduga menimbulkan dampak sampah, kerusakan beberapa relief, dan turunnya kontur tanah candi.
Overtourism merupakan kata kunci di balik rencana perubahan tarif untuk wisatawan Candi Borobudur. Alessia Framba (2020) dalam tulisannya menjelaskan bahwa overtourism merupakan neologisme, yakni ‘kata bentukan baru atau makna baru untuk kata lama yang dipakai dalam bahasa yang memberi ciri pribadi atau demi pengembangan kosakata’. Overtourism adalah kepadatan turis atau pelancong di tempat berlibur. Kamus Cambridge mendefinisikan kata itu sebagai ‘the situation when too many people visit a place on holiday, so that the place is spoiled and life is made difficult for the people who live there’.
Tentu saja saya penasaran dengan padanan istilah overtourism dalam bahasa Indonesia. Belum ada padanan resmi untuk istilah tersebut. Dalam tulisannya, Fahrurozy Darmawan (2019)—seorang pengajar di Fakultas Pariwisata, Universitas Pancasila—menggunakan istilah pariwisata berlebihan. Sebuah artikel dalam BBC Indonesia memanfaatkan istilah turisme berlebihan. Overtourism, pariwisata berlebihan, dan turisme berlebihan berfokus pada aktivitas sebagaimana pariwisata bermakna ‘yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi; pelancongan; turisme’ dan turisme berarti ‘perihal perpelancongan; kepariwisataan’. Apabila hendak menyorot melimpahnya pengunjung, saya rasa, kita boleh juga memanfaatkan lewah turis, lewah wisatawan, atau lewah pelancong.
#overtourism #pariwisata #turisme
Rujukan:
- Darmawan, Fahrurozy. 2019. “Overtourism mengancam Indonesia: apa yang harus dilakukan?”. The Conversation. Diakses pada 6 Juni 2022.
- Framba, Alessia. 2020. “Overtourism: Causes, Consequences and Solutions”. Ecobnb. Diakses pada 6 Juni 2022.
- Komalasari, Tia Dwitiani. 2022. “Akses Naik Candi Borobudur Dibatasi, Hanya 10% Rata-rata Kunjungan”. Katadata. Diakses pada 6 Juni 2022.
- Lufkin, Bryan. 2019. “Bagaimana caranya menjadi turis yang baik?”. BBC. Diakses pada 6 Juni 2022.
- Rukmorini, Regina & Utami, Kristi Dwi. 2022. “Pernyataan Kenaikan Harga Tiket Borobudur Picu Kebingungan Pelaku Wisata”. Kompas.id. Diakses pada 6 Juni 2022.
- Saputra, M. Irsyad. 2021. “Overtourism, Mengintai Dibalik Ingar-Bingar Pariwisata Indonesia”. TelusuRI. Diakses pada 6 Juni 2022.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam