Mengalah dan Mengalahkan
Kemarin, saya dan seorang kolega memesan taksi daring. Kami hendak menghadiri acara buka puasa bersama dengan teman-teman kantor. Setelah kami menunggu sedikit lama, sopir sampai di lobi.
Pada pukul 17.30 WIB, kami mengarungi jalanan Jakarta yang sedang padat-padatnya. Lalu, sang sopir mengeluh, “Wah, pengendara di Jakarta tuh sama aja semuanya ….” Kami menunggu lanjutan kalimatnya. Tidak lama berselang, dia menegaskan, “Nggak ada yang mau ngalah!”
Rekan kerja saya menanggapi keluhan sang pengemudi. Keduanya jadi berbincang. Namun, saya justru terganggu dengan kata ngalah yang diucapkan oleh Mas Sopir. Tentu kita tahu, ngalah adalah versi takbaku dari mengalah. Bentuk dasar kata ini, yaitu kalah, bermakna (1) ‘tidak menang atau dalam keadaan tidak menang’, (2) ‘kehilangan atau merugi karena tidak menang’, (3) ‘tidak lulus (dalam ujian)’, dan (4) ‘tidak menyamai; kurang dari; tidak sebesar; tidak sekuat’. Turunannya, mengalah, dapat berarti ‘dengan sengaja kalah; pura-pura kalah’ atau ‘mengaku kalah; dengan sengaja kalah (menyerah); tidak mempertahankan pendapat (tuntutan dan sebagainya)’.
Mengalah berbeda dengan mengalahkan. Kata yang terakhir saya sebutkan ini mempunyai makna ‘melawan’, ‘menaklukkan’, atau ‘mengungguli’. Makna tersebut sungguh kontras dibanding makna kata mengalah. Sementara itu, dengan adanya sufiks -kan, mengalahkan tergolong sebagai verba transitif. Sebaliknya, mengalah merupakan verba intransitif.
Saya mencoba mencari-cari lagi kategori verba yang cocok ditempati oleh mengalah. Selain sebagai verba intransitif, mengalah—saya duga—adalah verba konstatatif, yaitu ‘verba yang dalam pertuturan dipergunakan untuk menggambarkan perbuatan, keadaan, atau proses’. Penjelasan mengenai verba konstatatif kemudian saya dapatkan dalam sebuah tesis berjudul “Afiksasi Pembentuk Verba dalam Bahasa Indonesia: Afiks Meng- dan Afiks Ber-” karya Arawinda Dinakaramani (2011). Penulis menjelaskan bahwa gambaran perbuatan, keadaan, dan proses dalam verba konstatatif mencerminkan jawaban atas apa yang dilakukan serta yang terjadi oleh subjek.
Meskipun begitu, ada pertanyaan yang belum bisa saya temukan jawabannya. Bentuk dasar kalah dan menang dikategorikan sebagai verba. Bentuk turunannya, yakni mengalahkan dan memenangkan, juga merupakan verba, tepatnya verba transitif. Namun, mengapa ada verba mengalah, sedangkan memenang tidak ada? Bagaimana sejarah terbentuknya kata mengalah ini?
#mengalah #mengalahkan
Rujukan:
- Dinakaramani, Arawinda. 2011. “Afiksasi Pembentuk Verba dalam Bahasa Indonesia: Afiks Meng- dan Afiks Ber-”. Tesis, Program Studi Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Diakses dari https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20271267-T%2029570-Arawinda%20Dinakarawani-full%20text.pdf pada 15 April 2022.
- Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam