Oza Rangkuti merupakan salah satu kreator konten yang saya ikuti di media sosial. Konten-kontennya banyak mengangkat isu bahasa Jaksel, khususnya bahasa Jaksel yang berbahasa Inggris. Sekilas, frasa bahasa Jaksel yang berbahasa Inggris terdengar kontradiktif. Namun, dari situ kita bisa tahu bahwa bahasa bukan cuma perkara aksara ataupun kesepakatan makna. Lebih dari itu, bahasa adalah perkembangan budaya.
Beberapa waktu belakangan, saya lihat Oza sedang berada di Amerika. Dia membuat konten TikTok dengan melontarkan satu pertanyaan kepada dua warga New York. Pertanyaannya sederhana, “Have you ever heard, the ‘sleepover date’?” Ternyata, kedua narasumber tidak pernah mendengar istilah tersebut.
“Sleepover what?” tanya balik narasumber pertama. “Well, I heard nobody to say it like that,” tegas narasumber kedua.
Sejujurnya, saya juga baru pertama kali mendengar istilah sleepover date. Namun, saya tidak mendapatkan makna apa pun ketika saya mencarinya di kamus Cambridge, Merriam-Webster, dan Collins. Saat saya tik di Google, barulah muncul pengertian sleepover date dari berbagai berita di media massa daring. Istilah ini memaknai ‘menginap bersama pacar’ atau ‘bermalam bersama teman kencan’.
Sleepover date mungkin hanyalah salah satu kasus yang saya temukan. Namun, ini dapat menjadi bukti bahwa bahasa Jaksel yang berbahasa Inggris tidak selalu diserap dari bahasa Inggris. Barangkali, sleepover date merupakan istilah yang dibentuk secara bebas oleh masyarakat dan kebetulan menggunakan bahasa Inggris.
Salahkah? Menurut saya, tidak.
#bahasajaksel #istilah
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
2 komentar
Ternyata pembentukan bahasa slang selunak itu ya kak. Bisa berubah sesuai konten yang sedang fyp hehe
Bisa jadi. Itu karena bahasa bersifat dinamis, Kerabat Nara. 😉