Pun: Bisa Bebas, Bisa Terikat

oleh Yudhistira
pun

“Dipisah atau disambung, sih?” Dalam menuliskan pun, pertanyaan tersebut sering terlontarkan. Kerap kali, kita juga merasa bingung ketika hendak menyertakan pun pada judul karangan, “Pakai huruf kapital atau kecil?”

Mari kita singkap si pun ini. Pada kelas kata dalam bahasa Indonesia, pun tergolong ke dalam kata tugas. Kelas kata ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis, yakni preposisi (ke, di, dan dari), konjungsi (yang, dan, serta karena), interjeksi (eh, oh, dan ah), juga artikula (sang, si, dan para). Sementara itu, partikel penegas sebagai jenis terakhir dalam kata tugas memiliki empat macam, yakni -kah, -lah, -tah, dan pun.

Berbeda dengan -kah, -lah, dan -tah yang berdiri sebagai klitik atau bentuk yang terikat, pun memiliki sedikit kebebasan. Dalam konteks tertentu, ia bisa berdiri sendiri. Perhatikan dua contoh kalimat di bawah ini.

  • Aku pun pergi ke warung untuk membeli sabun.
  • Dia menangis keras sekali, aku pun demikian.

Pun dapat menandakan, bahkan menegaskan, suatu perbuatan, proses, atau aktivitas yang terjadi. Hal ini bisa dilihat pada kalimat pertama. Lebih lanjut, pada kalimat kedua, pun berdiri sebagai juga. Perlu diingat, kendati berdiri sendiri pada dua contoh di atas, pun cenderung setia mengikuti subjek kalimat. Selain itu, dalam ragam nonformal, pun acapkali diletakkan di awal kalimat untuk menggantikan meski, walau, dan kendati. Contohnya Pun hujan, aku tetap berangkat ke sana.

Di lain sisi, pun tidak dapat berdiri bebas dalam kata hubung atau konjungsi. Ia terikat dan ditulis serangkai dalam adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun. Meskipun demikian, perhatikan contoh di bawah ini supaya tidak terkecoh.

  • Walau sekali pun, aku tidak pernah bermain hati.
  • Ada pun, aku tidak sudi berbagi perasaan denganmu.
  • Mau pun, aku tetap tidak bisa melupakanmu.

Pun dalam tiga kalimat di atas tidak berdiri sebagai konjungsi karena merujuk pada makna juga. Oleh karena itu, ia ditulis terpisah dengan kata yang diikutinya.

Tentu saja dalam penulisan judul karangan, pun yang berdiri sendiri ditulis dengan awalan kapital, sama seperti juga. Adapun ia yang berperan sebagai konjungsi dalam judul, saya rasa, tidak perlu ditanyakan lagi.

Begitulah penggunaan pun dalam bahasa kita. Meskipun hanya terbentuk dari tiga huruf, ia memiliki banyak ketentuan. Pun bisa berdiri bebas atau terikat pada konteks yang berbeda.

Penulis: Yudhistira
Penyunting: Dessy Irawan


Rujukan:

Moeliono, Anton M., dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar