Mengapa kata yang saya cari tidak ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan (KBBI daring)? Demikian pertanyaan yang sering muncul dari sebagian pemakai bahasa Indonesia. Ada beberapa sebab:

  1. Ejaan kata yang dimasukkan salah. Misalnya, alpukat tidak akan ditemukan karena ejaan yang baku adalah avokad. KBBI sebenarnya sudah memasukkan beberapa variasi ejaan yang umum, seperti alpokat, tetapi tentu saja tidak semua variasi dapat ditangkap oleh kamus.
  2. Kata yang dicari merupakan kata turunan. Pencarian pada KBBI daring hanya dapat dilakukan terhadap kata dasar. Jadi, misalnya, kita tidak akan menemukan kata mengetahui kalau memasukkan kata itu. Untuk menemukan kata mengetahui, kita harus memasukkan kata dasarnya, yaitu tahu.
  3. Kata yang dicari baru dimasukkan dalam KBBI IV (2008), sedangkan data KBBI daring diambil dari KBBI III (2005). KBBI IV memuat lebih dari 90.000 entri, sedangkan KBBI sekitar 78.000 entri. Jadi, penambahan entri pada edisi IV memang cukup banyak, meliputi berbagai kata “baru” seperti daring, unduh, dan laman.
  4. Kata yang dicari memang belum atau tidak dimasukkan ke dalam KBBI karena berbagai sebab (baru, sengaja, atau lupa), misalnya hatur (menghaturkan).

Kamus berfungsi merekam dan mendefinisikan kosakata yang dipakai penutur suatu bahasa. Dinamika penutur bahasa sangat tinggi. Konsep-konsep baru yang perlu dilambangkan dengan kata bermunculan hampir setiap hari. Kamus mustahil dapat mengikuti dinamika tersebut.

Suatu kata yang belum ada di dalam kamus tidak serta-merta haram untuk dipakai. Selama pengirim dan penerima pesan memahami dan menyepakati arti kata tersebut, pakai saja. Bahasa itu milik seluruh penutur, kok. Bukan hanya milik otoritas bahasa.


Sumber
Lanin, Ivan. (2018). Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris? Jakarta: Penerbit Buku Kompas.