Peran Otak Kiri dan Otak Kanan dalam Berbahasa
Sebelumnya, dalam “Bahasa, Otak, dan Pikiran Manusia”, saya sudah menjelaskan sedikit mengenai relasi antara pikiran manusia dan proses berbahasa. Pada tulisan kali ini, saya akan memaparkan peran otak kiri dan otak kanan secara lebih mendetail, khususnya dalam proses berujar dan memahami ujaran.
Otak besar, tepatnya bagian korteks serebral, adalah bagian otak yang berperan penting dalam proses berbahasa. Bagian inilah yang mengatur kognisi manusia. Korteks serebral terbagi menjadi hemisfer kiri (otak kiri) dan hemisfer kanan (otak kanan). Perlu diketahui, ternyata otak kiri kita lebih banyak bekerja dibanding otak kanan dalam proses berbahasa.
Di dalam otak kiri, ada bagian yang bernama area Broca dan area Wernicke. Area Broca diambil dari nama penemunya, yakni Paul Pierre Broca, yang merupakan seorang ahli bedah asal Prancis. Pada 1863, ia menemukan kasus kerusakan pada otak kiri yang mengakibatkan gangguan berujar. Sementara itu, area Wernicke ditemukan oleh Carl Wernicke, seorang dokter asal Jerman. Pada 1874, ia menemukan kasus kerusakan pada bagian belakang otak kiri yang membuat sang pasien kesulitan mendengar. Hal ini mengakibatkan gangguan dalam menerima ujaran dari orang lain. Dapat disimpulkan, area Broca merupakan pusat yang mengatur penyampaian secara lisan, sedangkan area Wernicke mengelola pemahaman secara lisan.
Gangguan otak kiri disebut sebagai afasia. Perhatikan tabel berikut yang mendaftarkan perbedaan afasia Broca dan afasia Wernicke.
No. | Afasia Broca | Afasia Wernicke |
1. | Penderita kesulitan dalam berujar. | Penderita tidak kesulitan dalam berujar. |
2. | Penderita cenderung berujar dengan menggunakan banyak jeda. | Penderita cenderung berujar dengan sangat cepat. |
3. | Penderita berujar dengan struktur sintaksis yang berantakan. | Penderita berujar dengan struktur sintaksis yang baik. |
4. | Penderita sedikit menggunakan kata tugas dan kata berafiks. | Penderita tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan kata tugas dan kata berafiks. |
5 | Penderita cenderung menggunakan nomina konkret. | Penderita cenderung menggunakan nomina umum dan verba. |
6. | Penderita tidak sulit untuk memahami ujaran orang lain, sekalipun responsnya melanggar kaidah-kaidah maksim. | Penderita sulit untuk memahami ujaran orang lain. |
Di luar itu, ada pula gangguan berbahasa, seperti (1) disastria yang membuat penutur kesulitan dalam melakukan pelafalan; (2) agnosia atau demensia yang mengakibatkan seorang penutur kesulitan dalam memformulasikan ide; (3) aleksia yang menyebabkan seseorang sukar membaca; serta (4) agrafia yang menyerang kemampuan menulis. Aleksia dan agrafia sering juga disebut sebagai disleksia.
Meskipun demikian, bukan berarti otak kanan tidak memiliki peranan apa pun dalam proses berbahasa. Salah satu fungsi yang dijalankan oleh otak kanan adalah mengatur intonasi dalam berkalimat. Maka, dapat dikatakan, kedua bagian otak kita memiliki andil dalam berbahasa. Keduanya dijembatani oleh korpus kalosum, bagian yang bertugas menyampaikan informasi bagi hemisfer kiri dan hemisfer kanan.
Rujukan:
Kushartanti, dkk. (ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Artikel & Berita Terbaru
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian
- Ngapain?
- Nasib Jurnalisme Investigasi dalam RUU Penyiaran
- Aman Aja
- WIKOM BPOM 2024 bersama Narabahasa
- Bimbingan Teknis Mahkamah Agung bersama Narabahasa
- Tapak Tilas Menulis Horor bersama Diosetta
- Tabah bersama Uni Salsa,Terbaik V Putri Duta Bahasa 2023
- Korespondensi dan Wicara Publik bersama BPK RI
- Bimbingan Teknis Polda Metro Jaya bersama Narabahasa