Seperti yang kita tahu, tulisan ilmiah dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi ilmiah murni dan ilmiah populer. Keduanya memiliki struktur, gaya bahasa, bahkan target pembaca yang berbeda. Kendati demikian, baik dalam tulisan ilmiah murni maupun ilmiah populer, proses bernalar dan berlogika tidak boleh dikesampingkan. Bagaimanapun, keduanya adalah karya tulis yang bertitik berat pada kelugasan, keefektifan, dan keakuratan.
Dalam Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif (2018), Wahyu Wibowo menuliskan bahwa ada sejumlah kekeliruan pernalaran atau kekeliruan dalam proses berlogika yang perlu dihindari ketika seseorang sedang menyusun sebuah artikel ilmiah. Perhatikan pemaparan di bawah ini.
1. Kekeliruan Informasi
Informasi harus akurat. Informasi pun sebaiknya tidak hanya selaras dengan kenyataan, tetapi juga tersampaikan dengan jelas. Frasa nyaman dan aman dalam pernyataan Belajar di Sekolah Nusa Bangsa sangat nyaman dan aman, misalnya, dinilai kurang pas untuk menggambarkan suasana atau lingkungan yang kondusif dalam belajar.
2. Kekeliruan Diksi
Sebagai penulis karya ilmiah, kita harus bisa menggunakan diksi yang lugas. Hal ini tidak terlepas dari syarat penulisan karya ilmiah yang meminta kita untuk tidak bertele-tele. Kata atau frasa, seperti sangat murah, kurang maksimal, atau bagus sekali, sebaiknya dihindari atau diiringi dengan penjelasan yang konkret.
3. Kekeliruan Argumentasi
Argumentasi berkaitan dengan pandangan penulis. Namun, sering kali pandangan penulis yang biasanya banyak dituangkan pada bagian simpulan tidak sejalan dengan pokok permasalahan. Argumentasi yang keliru adalah argumentasi yang melebar ke mana-mana.
Selain itu, argumentasi yang berlandaskan pada sumber yang tidak kredibel dapat juga dimasukkan ke dalam ciri-ciri kekeliruan ini. Dalam perkara hukum, misalnya, kita tentu membutuhkan narasumber atau teori hukum untuk menulis hal itu. Bahkan, teori-teori tersebut sebaiknya juga telah diakui oleh para pemikir di bidang terkait. Dengan demikian, argumentasi kita dapat dipertanggungjawabkan.
4. Kekeliruan Ambiguitas
Ambiguitas pernah saya bahas dalam “Menyusun Kalimat yang Kokoh”. Kekeliruan ini mampu menghambat pembaca dalam mencerna makna tulisan kita. Contohnya adalah pernyataan Mobil rektor yang baru mahal harganya. Berarti, yang baru itu mobil, rektor, atau dua-duanya?
5. Kekeliruan Penegasan
Kekeliruan penegasan berkaitan dengan kesahihan informasi dan data serta kejelasan batasan. Pernyataan Generasi Z lebih malas membaca daripada generasi-generasi sebelumnya perlu diteliti lebih jauh kebenarannya. Pertanyaan-pertanyaan, seperti “Siapa yang menyatakan demikian?”, “Apa saja indikator penentunya?”, dan “Generasi Z di negara apa?”, harus diajukan.
6. Kekeliruan akibat Peremehan
Kekeliruan ini ternyata sering juga kita temukan pada kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah pernyataan Jangan percaya dengan Andi sebab Ibunya adalah seorang pencuri yang mencerminkan generalisasi. Padahal, seorang anak dari pencuri belum tentu menjadi pencuri. Belum tentu Andi merupakan seseorang yang tidak bisa dipercaya.
Dalam karya ilmiah, generalisasi perlu dihindarkan. Tampaknya ini berkaitan juga dengan kekeliruan penegasan yang menekankan kesahihan data dan kejelasan batasan. Kita sebaiknya menggali sumber sedalam mungkin, menampilkan data dengan jujur, serta menyertakan alasan-alasan pendukung dalam penelitian yang sedang dilakukan.
7. Kekeliruan Psikologis
Kekeliruan psikologis bersangkutan dengan emosi penulis. Terkadang, kita sebagai penulis terlalu dekat dengan topik tulisan. Memang, hal ini bisa memudahkan kita untuk menggarap tulisan ilmiah. Namun, jika tidak mengambil jarak, bisa-bisa kita hanya akan menghasilkan tulisan yang penuh dengan pujian dan kritikan. Padahal, dalam karya ilmiah, kita seyogianya mampu menulis dengan kepala dingin, objektif, dan sistematis.
Itulah tujuh kekeliruan dalam bernalar dan berlogika yang mesti kita hindari saat sedang menulis karya ilmiah menurut Wibowo. Bagi saya, bernalar dan berlogika tidak hanya penting untuk diterapkan dalam penulisan ilmiah semata. Pengerjaan wara, konten, laporan, bahkan karya fiksi sekalipun memerlukan kemampuan bernalar dan berlogika dari penulisnya.
Rujukan:
Wibowo, Wahyu. 2018. Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin