Saya sudah pernah membahas pola pengembangan paragraf persuasi dan wacana persuasif. Pada intinya, persuasi adalah ajakan. Dengan begitu, tulisan yang persuasif bertujuan mengajak pembaca untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Berbeda dengan dua artikel sebelumnya, tulisan ini akan berfokus pada teknik persuasi dalam seni berbicara, bukan dalam tulisan.
Keraf dalam Argumentasi dan Persuasi (2007) mendefinisikan persuasi sebagai suatu seni verbal. Tujuan akhir dari persuasi adalah pembaca atau pendengar yang mengambil keputusan. Menurut Keraf, paling tidak ada tujuh teknik yang dapat dilakukan dalam mengajak seseorang.
Mengapa persuasi memerlukan teknik khusus? “Persuasi tidak mengambil bentuk paksaan atau kekerasan terhadap orang yang menerima persuasi. Oleh sebab itu, ia memerlukan juga upaya-upaya tertentu untuk merangsang orang mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya,” tulis Keraf.
Rasionalisasi
Ini adalah teknik pertama yang diungkapkan Keraf. Rasionalisasi dapat disebut sebagai argumentasi semu, yakni salah satu teknik yang paling lemah. Pada satu sisi, kita bisa menganggap rasionalisasi sebagai pembenaran dengan alasan yang tidak kuat. Contohnya, ketika mendapatkan nilai yang buruk pada ujian sekolah, kita bisa saja berkata, “Gurunya enggak jelas ngajarnya.” Rasionalisasi tersebut diutarakan supaya bapak dan ibu tergerak hatinya untuk tidak memarahi bahkan menghukum kita.
Identifikasi
Teknik yang kedua, identifikasi, memicu kita untuk mengenal dan mengetahui siapa pendengar yang akan menyimak ajakan kita. Tentu hal ini penting sekali. Ibarat menulis sebuah artikel atau buku, kita perlu mengetahui target pembaca atau pembaca setia kita. Dengan begitu, kita dapat menyajikan sesuatu yang relevan kepada mereka.
Sugesti
Sugesti adalah ‘suatu usaha membujuk atau memengaruhi orang lain untuk menerima suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu dasar kepercayaan yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi’. Dalam seni berbicara, teknik sugesti dapat diwujudkan melalui penggunaan diksi-diksi yang menarik, nada bicara yang ramah di kuping, juga penampilan yang menawan hati pendengar.
Perlu dicatat, seseorang yang ingin memanfaatkan teknik sugesti sebaiknya memiliki kemampuan yang mumpuni dalam berbahasa. Namun, menariknya, pendengar atau penonton yang mempunyai kemampuan berbahasa di atas rata-rata tidaklah mudah untuk terpengaruh sugesti. Sebaliknya, mereka yang tidak begitu menguasai bahasa cenderung mudah terbius dengan teknik ini.
Konformitas
Teknik konformitas hampir mirip dengan teknik identifikasi. Bedanya, konformitas selangkah lebih dalam ketimbang identifikasi yang hanya berupaya mengenal dan menganalisis pendengar. Konformitas adalah upaya seorang pembicara untuk dapat berdiri setara dengan pendengar melalui pemaparan pengalaman atau cerita. Misalnya, ada seorang calon pemimpin yang sedang memaparkan visi dan misinya di hadapan para petani. Pemimpin tersebut lantas menceritakan bahwa dirinya pernah menjadi seorang petani dan mengetahui permasalahan apa saja yang dihadapi oleh para petani saat ini.
Keraf menyatakan, “Konformitas adalah suatu keinginan atau suatu tindakan untuk membuat diri serupa dengan sesuatu hal yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme mental untuk menyesuaikan diri atau mencocokkan diri dengan sesuatu yang diinginkan itu.”
Kompensasi, Penggantian, dan Proyeksi
Sebetulnya, Keraf memisahkan tiga teknik ini. Namun, saya lihat, ketiganya serupa. Kompensasi adalah suatu tindakan atau hasil dari usaha untuk mencari suatu pengganti bagi sesuatu hal yang tak dapat diterima, atau suatu sikap atau keadaan yang tidak dapat dipertahankan. Kemudian, penggantian merupakan suatu upaya untuk mengganti maksud atau hal yang mengalami rintangan. Sementara itu, proyeksi adalah suatu teknik untuk menjadikan sesuatu yang tadinya adalah subjek menjadi objek.
Dengan kata lain, baik kompensasi, penggantian, maupun proyeksi membutuhkan perbandingan. Seorang pembicara barangkali perlu mengambil sebuah contoh yang tidak dapat diterima, mengalami rintangan, dan tidak membuahkan solusi apa pun. Setelah itu, barulah kita sebagai pembicara dapat memberikan solusi alternatif yang lebih baik.
Saya rasa, kita sering menjumpai atau, bahkan, mempraktikkan hal-hal di atas. Sadar atau tidak, praktik-praktik itu merupakan teknik persuasi.
Rujukan: Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin