Tabah atau Tanya Jawab Kebahasaan merupakan program siaran langsung di Instagram Narabahasa. Di sini, tim Narabahasa akan menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar kebahasaan yang sudah diajukan oleh Kerabat Nara. Selain itu, jika masih ada waktu yang tersisa, Kerabat Nara juga bisa mengajukan pertanyaan lewat kolom tanya-jawab yang sudah tersedia.
Pada episode ke-23, Tabah dimoderatori oleh Nadia Virdhani, seorang pramubahasa dengan segudang prestasi. Nadia mengumpulkan senarai pertanyaan dan mempersilakan Ivan Lanin untuk menjawab satu per satu. Menurut saya, ada topik kebahasaan yang menarik untuk dibahas lebih mendalam, yakni perihal lewah konjungsi.
Barangkali, kita sudah sering dengar bahwa penggunaan jika dan maka dalam satu kalimat tidaklah dianjurkan. Laras matematika, komputer, dan hukum, memang mewajarkan penggunaan pasangan tersebut. Akan tetapi, dalam kaidah bahasa Indonesia, jika-maka dalam kalimat menandakan konjungsi yang lewah.
Jika dan maka merupakan kata sambung atau konjungsi. Dalam kalimat majemuk bertingkat, konjungsi bertugas untuk menghubungkan induk kalimat dan anak kalimat. Induk kalimat disebut juga sebagai klausa utama sedangkan anak kalimat disebut sebagai klausa subordinatif. Perlu diketahui, klausa utama bisa berdiri sendiri. Namun, klausa subordinatif tidak dapat lepas dari induk kalimat (klausa subordinatif). Perhatikan kalimat berikut sebagai contoh.
Andi tetap berangkat meskipun hari telah gelap
“Andi tetap berangkat” merupakan klausa utama dan “hari telah gelap” merupakan klausa subordinatif yang ditandai oleh “meskipun” sebagai konjungsi.
Letak klausa subordinatif dan klausa utama bisa dibalik seperti contoh berikut.
Meskipun hari telah gelap, Andi tetap berangkat.
Lewah konjungsi berpotensi mengaburkan gagasan karena ketiadaan induk kalimat. Ingat, apabila dua klausa didahului dengan konjungsi, berarti di sana tidak ada klausa utama. Jika tidak ada klausa utama, gagasan kita tidak dapat disebut sebagai sebuah kalimat.
Jika hari hujan, maka saya tidak berangkat.
Contoh di atas bukanlah sebuah kalimat sebab kedua klausa–jika hari hujan dan maka saya tidak berangkat–merupakan anak kalimat atau klausa subordinatif.
Dalam sebuah kalimat, klausa subordinatif dapat berfungsi sebagai keterangan, objek, pelengkap, bahkan subjek. Simak contoh berikut.
Saat hujan turun, saya masih berada di sekolah.
“Saat hujan turun” berfungsi sebagai keterangan.
Saya tidak mengira bahwa saya bisa melakukannya.
“Saya tidak mengira” merupakan klausa utama sedangkan “bahwa saya bisa melakukannya” merupakan klausa subordinatif yang menandakan fungsi objek.
Bahwa dia anak manja sudah diketahui banyak orang.
Pada contoh di atas, “bahwa dia anak manja” merupakan anak kalimat sebagai subjek. “Sudah diketahui banyak orang” merupakan induk kalimat yang berperan sebagai predikat dan keterangan.
Roy menilai Andin sebagai perempuan yang mandiri.
“Roy menilai Andin” merupakan induk kalimat dan “sebagai perempuan yang mandiri” merupakan anak kalimat. Kemudian “yang mandiri” merupakan frasa adjektival yang memenuhi fungsi pelengkap.
Bagaimana caranya mengetahui klausa yang merupakan anak kalimat? Pada umumnya, klausa subordinatif ditandai dengan konjungsi-konjungsi berikut.
- sejak, semenjak;
- ketika, saat, sambil, selama;
- setelah, sebelum, sehabis, selesai, usai;
- asalkan, apabila, jika, jikalau, manakala, tatkala;
- seandainya, seumpama;
- agar, supaya;
- walaupun, meskipun, kendatipun, sekalipun;
- sehingga, sampai, maka;
- dengan, tanpa; dan
- bahwa, yang, oleh karena
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, semoga pertanyaan “Apa itu lewah konjungsi?” dapat kita jawab dengan mudah
Rujukan: Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2014. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Kalimat. Jakarta.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Harrits Rizqi